Friday 10 October 2008

Cara Si Buta Memandang Dunia

Belum lama ini aku berbincang-bincang dengan seorang pria yang tidak bisa melihat betapa indahnya dunia ini. Dalam penglihatannya dunia ini hanya sebuah ruangan gelap, hampa yang tidak ada apa-apanya. Tidak ada warna, tidak ada bentuk dan tidak ada pula unsur seni yang bisa menghibur hatinya.

Namanya Zulfahmi. Dia adalah seorang guru tunanetra di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Tajungpinang. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana Fahmi yang buta itu mengajari murid-muridnya yang juga buta. Contohnya, bisakah Fahmi mengeksplorasikan bentuk gajah secara utuh kepada murid-muridnya. Mulutku tertahan untuk menanyakan hal itu. Tapi aku yakin dia mampu mengeksplorasikannya, karena diujung namanya sudah ada sebaris titel 'Sarjana Pendidikan Luar Biasa' (SPLB) yang dia peroleh dari Sekolah Pendidikan Guru LuarBiasa, di Bandung.

Pebincangan kami semakin panjang. Ternyata Fahmi, begitu teman-temannya menyapa, bukan tipe orang yang tertutup atau malu karena kondisi fisiknya. Dia justu lebih banyak bercerita dan bahkan aku anggap dia memilki cara tesendiri untuk memandang dunia ini. Ini kesempatan aku belajar banyak darinya, pikirku.

Tanpa dia ketahui, aku mencoba memejamkan mataku. Sekedar merasakan, sepeti yang dirasakannya. Selama kurang lebih dua menit mataku terpejam, dan kami sama-sama hanyut dalam pembicaraan yang kegelap.

Dalam dua menit itu aku merasakan dunia ini begitu sempit. Aku seperti dihimpit sesuatu yang besar. Nafasku sesak, fikiranku buntuk karena tertahan, bayang-bayang gelap terus menghantui aku selama dua menit itu.

"Orang-orang buta seperti kami, punya cara tersendiri dalam memandang dunia. Petama kami pakai hafalan, pakai feeling dan pakai seluruh indera kami yang masih berfungsi," ujar Fahmi dan spontan aku buka katupan mataku.

Aku pandangi sekeliling rumah kontrakan pria lajang berusia 35 tahun itu. Sebuah sisir terletak diatas meja kayu dan tidak ada cermin yang sebagai alat pemantul diri, karena memang tidak dia butuhkan. Aku kembali melihat dua buah lampu yang terpasang di ruang depan dan dapur yan tidak pernah dinyalakan, baik malam hari sekalipun, kcuali ketika ada tamu yang berkunjung. Karena dengan atau tanpa lampu juga, dunia ini gelap adanya bagi Fahmi.

Mataku beralih kepada sebuah kotak permainan catur yang tergeletak disamping kiri Fahmi. Meski jumlah garis, pion dan semua anak catur dan cara mainnya sama, namun terlihat berbeda pada papan catur dan nak-anak catunya. Papan catur untuk orag buta dibuat berlubang-lubang, sedangkan anaknya di buat ada ukiran yang memanjang di pantat anak catur, yag bisa dimasukkan kedalam lubang papannya.

Rupanya, Fahmi pernah menjuarai permainan catur di kampusnya. Kini, catur menjadi salah satu pemainan diwaktusenggangnya.

Semangat Fahmi luar biasa. Dia dalah pria yang pantang menyerah. Meski buta, namun dia tidak pernah minder atau justru bersembunyi karena kekurangannya. Sebagai guru Tunanetra yang memegang gelar SPLB, Fahmi masih memiliki sejuta mimpi.

"Saya belum puas jadi guru SLB. Saya ingin kuliah lagi S2 dan saya ingin menjadi dosen. Dengan menjadi dosen, maka saya akan bisa menciptakan kader-kader guru untuk orang-orang cacat seperti saya. Begitu banyak orang buta di Indonesia, namun sedikit sekali guru yang bisa mngajar orang-orang cacat itu. Mungkin banyak yang bisa, tapi sedikit sekali yang memiliki kesabaran," ujar fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi juga mengaku sedih disaat para orang tua justu banyak yang menyembunyikan anak-anaknya yang cacat karena tidak mau menanggung rasa malu. Sementaa seharusnya, mereka semua juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal lainnya.

"Meski orang tua yang melahirkan , tapi tidak selamanya rang tua bisa menentukan masa depan kita. Kitalah yang menentukan masa depan kita sendiri. Makanya, janga minder karena kekuanga fisik. Tetaplah bersemangat, jangan dipendam cita-cita itu. Para orang tua juga jangan justru menyembunyikan anak-anaknya. Bei kesempatan anak-anak cacat mengekspresikan hidupnya. Dibalik kekurangan, Tuhan pasti memberikan kelebihan," kata Fahmi.

Dulu, Fahmi juga mengaku telat masuk sekolah SD, karena sempat disembunyikan oleh orang tuanya karena malu dengan kondisinya yang cacat. Selain untuk mengejar cita-citanya, Fahmi juga ingin sekali membahagiakan orang tuanya. Dia ingin membuktikan bahwa keberadaannya yang cacat tidak hanya menjadi beban keluarga.

Fahmi telah mengajariku bagaimana cara memandang dunia. Dunia tidak hanya dipandang dari satu sisi. Indera manusia tidak hanya mata, tapi ada hidung, telinga, kuit, lidah dan tangan untuk meraba serta ditambah dengan feeling. Hanya kata 'Syukur' yang bisa aku ucapkan setelah itu. ternyata panca indraku masih utuh dan semuanya befungsi dengan normal.***



No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...