Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan.
Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas
masing-masing. Seperti pagi-pagi sebelumnya ketua kelas menyiapkan barisan
bersiap-siap memberi penghormatan kepada guru wali kelas kemudian satu per satu
masuk ruangan.
Murid kelas 6A sudah berbaris dengan rapi. Seperti
biasa sebelum masuk ruangan dilakukan penghitungan jumlah siswa. Ternyata yang
hadir baru 34 orang dari total 35 orang jumlah seharusnya. Karena tidak ada
pemberitahuan melalui surat atau lisan terkait siswa yang tidak masuk, wali kelas langsung membacakan absen. Dan
diketahui murid yang belum hadir adalah Lai
Ba Ju. Wali kelas bertanya kepada ketua kelas dan semua muridnya. Namun semua
diam, tak ada yang tau kemana Lai Ba Ju.
“Ini peringatan buat semua ya. Kalian harus meminta
izin jika tidak masuk sekolah, begitu juga ketika sakit dan ada halangan
lainnya,” kata wali kelas.
“Siap Bu Guru!,” jawab murid-murid lantang dan kompak.
Kemudian Wali kelas memerintahkan
muridnya masuk ke dalam kelas diawali dari barisan paling depan.
Belum habis para siswa masuk kedalam ruangan, terlihat
dari kejauhan seorang siswa tergopoh-gopoh memasuki pagar sekolah, sedikit
berlari menuju arah barisan kelas 6A. Punggungnya menggembol tas ransel, tangan
kanannya menggenggam botol air minum dan sebuah kantong plastik hitam,
sementara tangan kirinya erat menggenggam sebuah paying hitam. Kaki kurusnya tampak
begitu ringan mengayunkan langkah menuju barisan teman-temannya. Dialah Lai Ba
Ju. Dia berlari tanpa alas kaki, alias nyeker. Senyumnya begitu renyah kepada
teman-temannya yang masih tersisa didepan kelas.
Dari luar pagar seorang pria mengamati dari atas
motornya. Sebatang rokoh menyelip di kedua bibirnya, berulangkali menyemburkan
asap . Helem putih yang berubah warna menjadi kecoklatan erat melekat di
kepalanya. Ban motornya belepotan tanah
bauksit, spak bor belakangnya patah, kaca sepion hanya tinggal kerangka tanpa kaca. Pria itu ayahnya
Lai Ba Ju.
Seperti matahari, ayahnya setia mengantar Lai Ba Ju ke
sekolah. Motornya nyaris tidak pernah tampil bersih. Mengantar anaknya ke
sekolah lalu menjemputnya di siang hari.
Dari kejauhan Lai Ba Ju melambaikan tangan ke ayahnya,
tanda alasan keterlambatannya diterima oleh wali kelas. Pria di luar melihat
saja dari kejauhan tanpa membalas lambaian tangan anaknya. Lalu menstater
motornya dan pergi. Suara bising terdengar lantang ketika motornya dinyalakan,
asap hitam mengepul dari knalpot. Kerasnya suara motor tak sebanding dengan
kecepatannya.
Lai Ba Ju tersenyum kepada walikelas lalu meminta izin
untuk memakai sepatu. Wali kelas melihat Lai Ba Ju berdiri bersenyum
dihadapannya sambil menenteng plastik hitam, serta kakinya yang tak bersepatu.
“Iya sana cepat pakai sepatumu. Lain kali usahakan
datang tepat waktu ya Lai Ba Ju,” ujar wali kelas.
Lai Ba Ju mengangguk dan lagi-lagi tersenyum kepada
gurunya lalu bergegas memasang sepatunya. Dengan kulit putih, rambut lurus,
mata sipit dan kurus membuat Lai Ba Ju mudah dikenal oleh teman-teman. Ditambah
lagi Lai Ba Ju adalah siswa yang baik dan murah senyum. Hari itu Lai Ba Ju
terlambat datang ke sekolah karena membantu orangtuanya mendaras karet sejak. Dan kerja mendaras karet biasanya dilakukan
sejak am 03.00 WIB hingga pagi.
Wali kelas menyimak alasan kenapa Lai Ba Ju telat.
Lalu dia memandang tajam ke dalam mata pria kecil namun memiliki semangat besar
itu. Pandangan bangga akan kegigihan dan keuletannya. Disana mengguratkan semangat
seorang anak yang hidup dalam ekonomi yang pas-pasan, namun memiliki semangat
dan aura positif yang tak terbantahkan. Bahkan tak tampak kantuk, meski kurang
tidur.
Usai memakai sepatunya, Lai Ba Ju kembali menghadap
kepada wali kelas untuk masuk ruangan dan mengikuti pelajaran.
“Sebelum masuk, harus kamu ingat ya Lai Ba Ju. Kamu
boleh membantu ayahmu. Tapi sekolah ini juga memiliki aturan. Disiplin adalah
aturan pertama yang harus ditegakkan,” nasehat Walikelas kepada Lai Ba Ju.
“Baik bu guru,” jawab Lai Ba Ju sambil kembali menyunggingkn
senyum. Senyum tulus yang hanya Lai Ba Ju yang memilikinya.
Sejak itu Lai Ba Ju tidak pernah terlambat ke sekolah.
Dia sangat disiplin. Orang tuanya selalu mengantar Lai Ba Ju jauh lebih cepat
disbanding murid-murid lainnya. Ayah Lai Ba Ju sangat sabar, tekun dan gigih. Pertanda
jika apa yang disampaikan oleh Walikelas soal kedisiplinan menjadi hal utama
dalam pendidikan. Tampaknya ayah Lai Ba Ju juga igin anaknya disiplin. Dalam
dunia pendidikan, orang tua dan guru memang harus memiliki komitment yang sama
dalam membentuk karakter anak. Terutama menyangkut kedisiplinan.
Hari-hari berikutnya, sebelum jam masuk sekolah
berbunyi Lai Ba Ju sudah berdiri di depan kelas lengkap dengan sepatu yang
sudah terikat rapi. Senyum khasnya selalu menyungging saat beradu pandang
dengan siapapun. Senyum itu hanya Lai Ba
Ju yang memiliki. (***)
No comments:
Post a Comment