Friday 13 February 2009

Menembus Ruang dan Waktu

Tempat ini tak asing bagiku. Gemericik air tak henti-hentinya mengalir. Senandung kicau burug saling bersahut terus-menerus. Kurasakan hembusan udara yang belum tercemar volusi dan rimbunan pohon kopi yang menghalangiku dari serangan sinar matahari. Aku pernah berada disini. Bau jejakku jelas masih tercium. Tapi aku tidak merasakan berdiri lebih tegap dibanding hari ini sebelumnya.


Tubuh kecilku 25 tahun lalu, aku melihatnya berlari-lari ditengah kebun kopi seluas 6 hektare sambil menunggu ibu dan bapak yang sedang panen. Berkejaran dengan anak macan, pontang-panting ketika diserang sekelompok lebah, hingga berpetualang disebuah goa kecil yang terpencil. Semua kulakukan dikebun kopi ini.

Setiap sudut kebun nyaris tak ada yang berubah. Tetap teduh, produktif dan membangkitkan aku dari tidur panjang. Namun aku tak melihat lebah-lebah itu lagi kini, anak-anak macan dan sahabat alamku yang sangat membenci ulahku, dan kini aku justru kembali merindukannya.

Aku berpaling ke sudut lain kebun. Aku tersontak dan tertawa. Ternyata aku melihat tubuhku yang kecil tak mampu mengangkat beban satu kaleng kopi basah hasil panen bapak dan ibu. Ambisiku cukup besar untuk mengangkatnya, namun tenagaku tak sebanding dengan beban itu.

Dengan ambisi yang besar, badan kecilku juga pernah terbawa pengait batang kopi yang biasa digunakan bapak untuk panen. Aku tak menangis, justru aku tertawa, bersuka ria karena bisa bercanda dengan alam. Bapak dan ibuku juga menertawaiku, begitu juga kakak dan adik-adik. Sejak saat itu aku semakin akrab dengan kopi-kopi disini.

Kini, setelah 25 tahun aku pergi. Hari ini aku kembali ditengah-tengah kebun ini. Aku disambut begitu mesra oleh setiap pohon yang mengelilingiku. Beberapa pohon yang baru ditanam bertanya-tanya, siapa sebenarnya aku. Namun yang lainya tidak akan pernah melupakan tingkah-polah kecilku dulu. Lugu, sembrono, alami namun disenangi alam.

Angin sepoi-sepoi menyambut kehadiranku dengan belaiannya. Aku bentangkan tanganku, kudongakkan wajah dan kubiarkan alam sahabatku menjamahku. Rinduku semakin dalam hingga membuat air mataku mengalir pelan megikuti kontur por-pori. Sorak sorai pohon-pohon kopi membuat aku semakin terharu. Semuanya berbaris rapi dan bersahabat.
Kebun ini meyimpan berjuta nostalgia. Tempat ini telah mengajarkan aku arti hidup yang sesungguhnya.

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...