Friday 28 November 2008

Aku Cinta Tanjungpinang

Assalamualaikum teman-teman semua. Ada gagasan yang harus saya goreskan di dalam blog pribadi saya pada kesempatan kali ini, sebelum dianya tumpah dari kepala saya karena sebetar lagi luber dipenuhi dengan gagasan-gaagsan yang lain.

Aku Cinta Tanjungpinang', nilah judul esay kali ini , dan Saya rasa memang dimikian adanya. Saya sudah sejak 1985 di Kota yang 'penuh misteri' ini. Waktu itu saya hijrah dari tanah kelahiran saya di Lampung, dan saya baru menginjak usia 6 tahun saat itu. Saya katakan misteri karena kota ini memang membingungkan sekaligus memberi kesan tersendiri bagi saya.

Kemajemukan suku bangsa bercampur baur didalam kota kecil yang dijuluki Kota Gurindam, Negeri Pantun ini. Melayu, Jawa, Bugis, Batak, Padang, Flores, Chines, Ambon, Aceh dan sebagainya semuaya tunduk dan melebur dalam payung Budaya Melayu yang Religius, damai, mengayomi. Kala itu Tanjungpinang masih menjadi Kota admiistratifya Kabupaten Kepulaua Riau.

Sungguh memabukkan tinggal di kota ini. Bukan tempat transaksi mariyuwana sehingga saya katakan kota yang indah ini memabukkan. Bukan pula tempat memproduksi anggur terbesar di dunia, atau pusat kebun ganja dan pabrik ekstasi, bukan. Tapi Kota ini begitu memabukkan dengan nilai-nilia eksotismenya yang cukup dinamis, romantis da religius.

Ops! nanti dulu. Teman-teman jangan salah tafsir atas tulisan ini . Saya tidak berniat utuk memuji siapapun yang pernah memimpin atu siapapun yang sedang memimpin negeri ini. Demi Tanjungpinang yang saya cintai, tulisan ini tidak untuk memuji seseorang , atau siapapun yang sedang menampuk kekuasaan atas kota yang sarat dengan nilai-nilai sejarah ini. Serta tidak juga untuk mendeskriditkan seseorang. Dari lubuk hati yang terdalam 'Saya Cinta Tanjungpinang' karena kota ini yang telah mengasah otak saya menuju kedewasaan.

Tanjungpinang adalah milik semua orang yang ada didalamnya. Tidak ada yang merasa paling berhak untuk memilikinya, dan tidak ada pula yang merasa paling berkuasa atasnya. Semua memiliki hak yang sama atas Tanjungpinang, semua memiliki kesempatan sama untuk hidup layak di Kota Tajungpinang. Semua memiliki hak untuk mencintainya dan memusuhi siapapun yang ingin mengobr-akabrik kedamaian yang bersemayam didalamnya.


'Aku Cintau Kau'

Tanjungpinang..
Hingga senja sebegini usiamu..
Masih saja 'tak ade' jawaban tujuan dari bibirmu..
Kian waktu persoalan rumit semaki menghimpit..
Masih juga kau jawab 'tak payah'..
Kerusuhan terjadi dimana-mana..
kau pun hanya menjawab 'biar aje lah'..

Tanjungpinang
Ketika aku Bilang 'Aku Cinta Kau'..
Saat itulah kau baru tersenyum dan sedikit melirik dari tundukmu..
Kemudian kau pun berbalik dan berlari..
Setengah berteriak kuulangi ucapanku "Aku Cinta Kau'..
Kemudian kau berhenti namun masih membelakangi..
Terakhir kuucapkan lagi dengan lirih dari dasar hati 'Aku Cinta Kau'..
Kemudian cairan bening mengalir di pipimu,
Turun ikut kontur pori-porimu yang meregang..

Tanjungpinang..
Kenapa takut kau mebalas Cintaku..bisikku
Melayuku memang tak fasih, tapi niatku tulus untukmu...
Tak 'Said' diawal namaku, tak 'syarifah' dan tak pula 'Wan'..
Namun aku tetap inginkan kau jadi tujuanku..
Jika kau tidak menerimaku, dimana akan kulabuhkan hatiku..
Aku sungguh Cinta Kau Tanjuungpinang...
Sungguh..!

Tuesday 25 November 2008

Pengemis Jalanan

Diacuhkannya emosi sang Surya,
yang menampar dan mencambuk dengan bengis..
Dielusnya semangat dengan butiran-butiran keringat,
sambil membisikkan harapan kepada diri sendiri..
Disapanya dengan tulus jabatan aspal yang membara,
yang setia membakar asa di kaki telanjangnya..

Adalah tontonan terindah melihat belatung-belatung menari erotis..
Lalat-lalat besenandung dengan komposisi tidak lagi Do, Re ataupun Mi..
Tidak dinikmati dari bar ke bar atau cafe ke cafe..
Tapi dari tempat pembuangan sampah yang satu ke yang lain..


Sekarung harapan menggembol dipunggung Pengemis Jalanan...
Dikumpulkannya sisa-sisa masa depan orang lain untuk keluarga..
Untuk sekolah anak, untuk asap dapur agar tetap mengepul
dan untuk menyogok kehidupan..

Dekil, kusam, lusuh, kumuh dan bau tubunyah..
Sunggingan senyum tetap terlontar walau tidak ada yang membalas..
'Setidaknya aku senyum untuk dunia ini' ujarnya..

Friday 21 November 2008

Menjemput Cucu.......

Pak Tua tampak memaksa motor butunya dipacu sampai keluar asap hitam. Dia mengejar waktu yang tidak bisa diajak komfromi. Suara mesin motor china (mochin) keluaran tahun 2000 warna merah yang dia kendarai meraung-raung minta ampun. Suaranya terdengar lebih kencang dibanding kecepatannya yang tidak lebih 40 kilometer per jam, meski sudah di gas sampai pol alias mentok.

Rambut dan jambang putih yang tidak terawat menjadikan performennya tampak abstak hari itu. Ditambah lagi body motornya yang dipenuhi lumpur karena sudah lama tidak dicuci. Velgnya karatan dan kaca sepionnya hanya tinggal kerangka.

Orang-orang memanggilnya Pak Tua, dan entah siapa nama sebenarnya. Tak satupun oang yang tau, termasuk anaknya sendiri. Suara mesin motornya terus meraung-raung dan asap hitam mengepul hebat seperti ceobong asap pabrik batu bata. Namun Pak Tua tidak mempedulikannya.

Cilaka!! Mesin Motor Pak Tua tiba-tiba mati tanpa diketahui penyebabnya. Dengan tergopoh-gopoh Pak Tua segera menepikan rongsokan yang dikendarainya itu. Dipandanginya sekejap busi dan beberapa panel kabel disekitar mesin, termasuk kaburatornya. Namun dia menganggap tidak ada masalah dengan perkakas disekita sana. Langkah berikutnya Pak Tua membuka tanky tempat bensin. Dan tenyata benar dugaannya, bensin di tanki itu sudah tidak ada sama sekali. Kering kerontang seperti sisa-sisa lumpur yang menempel di velg kedua roda motornya.

Pak Tua sadar, dia telah mendapat musibah diwaktu yang tidak tepat dan ditempat yang kurang menguntungkan pula. Posisinya jauh dari keramaian. Tidak ada satupun penjual bensin eceran yang terihat disekitar itu. Sementara dia harus segera menjemput cucunya yang duduk disekolah TK Harapan yang jaraknya masih harus dia tempuh sekitar 4 kilometer lagi. Dan satu-satunya solusi, Pak Tua harus mendorong rongsokannya, sambil berharap bertemu penjual bensin eceran dalam perjalanan.

Diliriknya sebuah arloji lawas ditangan kirinnya. Waktu menunjukkan pukul 10.20 WIB, matahai sudah mulai menyengat. Cucunya keluar kelas pukul 10.30 WIB. Masih ada 10 menit untuk sampai tujuan, pikir Pak Tua. Namun, tidak mungkin terkejar jika ditempuh dengan jalan kaki. Tidak ada pilihan, pak tua pun pasrah dan tetap mendorong motonya sambil sesekali menyeka keringat yang meleleh dikeningnya.

"Tiiiiiin..tiiiiiiiiin..," tiba tiba pak tua dikagetkan dengan suara klakson mobil. Segera Pak Tua menoleh kebelakang. Dilihatnya sebuah mobil escudo putih menepi dan mendekatinya. Namun Pak Tua belum kenal, siapa orang yang bersembunyi dibalik kaca ribend mobil mulus itu. Pak Tua baru menyunggingkan senyumnya tatkala kaca pintu mobil diturunkan.

"Kenapa motornya pak," kata orang didalam mobil yang tak lain adalah Bono. Keduanya penah saling bertetangga, sebelum Pak Tua diusir dari kontrakan lamanya karena telat bayar.
"Ini mas Bono. Motor saya habis bensin. Mau beli, tapi disekitar sini nggak ada yang jual," ujar Pak Tua.
"Jadi bapak mau dorong motor ini,"
"Abis mau bagaimanalagi pak,"
"Tunggu sebentar pak," Bono lalu keluar dari mobilnya dan berlari menuju rumah terdekat yang dia lihat. Dalam waktu sekejab, Bono sudah kembali lagi dengan membawa seutas selang pulih kecil dan panjangnya sekita 1,5 meter.
"Saya sedotkan bensin dari mobil saya dulu ya pak. Yang penting bapak nggak mendoong," kata Bono.
"Wah terimakasih sekali kalo gitu mas. Untung ada mas Bono," kata Pak Tua.

Sambil menungu proses bensin di sedot, keduanya saling hanyut dalam obrolan. Mereka kemudian saling mengerti maksud dan tujuan masing-maing saat itu. Dan proses pengisian BBM pun selesai.

"Terimakasih ya mas Bono. Semoga proyeknya lancar," kata Pat Tua.
"Teimakasih juga pak. Semoga tidak telat sampai disekolahan," keduanya saling berbagi tawa.

Pak Tua kembali menggeber mochin-nya untuk mengejar waktu yang semakin mepet. Asap hitam kembali mengepul dari knalpot motonya. Sedangkan Bono lebih dulu pergi meninggalkan mantan tetangganya itu.

"Teng..teng..teng," jam pelajaran sekolah selesai. Anak-anak TK satu persatu keluar dari ruangannya. Pak Tua sudah menungu di gerbang sekolah, tempat dimana cucu kesayangannya mulai menimba ilmu. Dia senang kaena bisa tiba lebih awal sebelum jam pelajaran sekolah usai.

"Kakeeek," teriak cucunya yang sudah hafal dimana kakeknya akan berdiri saat menjemputnya. Pak Tua menyambut dengan senyum dan kemudian menggendongnya.

Tuesday 18 November 2008

Idealisme yang Tergadai

Sebut saja namanya Aksala. Dia adalah mantan aktifis mahasiswa. Bahkan dia ikut langsung dalam aksi unjuk rasa di istana negara untuk menggulingkan rezim Orde Baru dibawah kekuasaan Muhammad Soeharto.

Pemuda ini cukup idealis, vokal dan pantang menerima iming-iming apapun dari siapapun demi satu tekadnya bersama rekan-rekan kala itu. Tujuannya hanya satu, kekuasaan Soeharto harus dilengeserkan dengan cara apapun juga. Karena, selama presiden ke-2 RI itu masih berkuasa, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terus merajalela dibumi pertiwi ini. Yang kaya semakin kaya dan yang susah bertambah sengsara.

Dengan semangat yang pantang menyerah, serta kekuatan penuh seluruh unsur mahasiswa dari berbagai universitas diseluruh Indonesia, cita-cita menggulingkan Soeharto pun tercapai.

Dan waktupun terus bergulir. Dengan sistem pemerintahan yang baru, berangsur-angsur rezim Orde Baru tersingkirkan. Dan nama Soeharto terus digembar-gemborkan sebagai pemimpin negara Indonesia terkorup dalam sejarah Indonesia. Tindakan KKN terus diselidiki, agar jangan sampai terjadi lagi.

Sudah lebih 10 tahun peringatan lengesernya Soeharto. Bahkan, pria yang penah berkuasa selama sekitar 32 tahun itu kini telah pergi untuk selamanya. Dan prestasinya yang kurang baik terus diingat-ingat oleh rakyat Indonesia.

Suatu pagi, Aksala menghadap kepada seorang pejabat pemerintah. Sebut saja namanya pak Pangke. Dia adalah penanggung jawab kegiatan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di salah satu Pemda di Negeri ini.

"Selamat pagi pak," sapa Aksala saat pertama menghadap.
"Pagi. Silakan masuk," kata pak Pangke.
"Nama saya Aksala pak. Bapak, pak Pangke kan?,"
"Iya. Betul. Ada yang bisa saya bantu?,"

Perkenalan singkat keduanya bejalan lancar. Sifat Aksala yang senang bercerita itu membuat obrolan keduanya mudah akrab. Aksala menceritakan semua masa lalunya, teutama ketika ia masih menjadi mahasiswa. Bagaimana pemuda itu dengan gigihnya besama-sama rekannya telah memberantas KKN yang merajalela dimasa Orde Baru.

Seteah sepuluh tahun, Aksala tidak lagi mahasiswa. Statusnya berubah menjadi sarjana penganguran. Sementara dia sudah beristri serta memiliki dua anak yang masih kecil yang harus dia tanggung.

"Luar biasa masa lalu anda anak muda. Saya pribadi sangat tidak setuju dengan KKN. Toh memang ilarang oleh negara," kata pak Pangke usai mendengar cerita Aksala. Aksala hanya terdiam, sambil mengangguk-angukkan kepala.

"Ngomong-ngomong ada keperluan apa hari ini kok anda berminat menemui saya," kata pak Pangke sambil menepuk pundak Aksala.
Aksala masih terdiam sambil cengar-cengir. Sepertinya dia ingin mengucapkan sebuah perkataan, namun selalu tertahan.

"Ayo. Katakan saja. Jangan sungkan-sungkan. Dari cerita anda tadi, anda adalah tipe oang yang berani. Kenapa hari ini harus takut?" kata pak Pangke lagi.

"Begini pak. Saya ini seoang sarjana ekonomi yang masih nganggur. Sementara saya memiliki istri dan dua anak yang harus saya tanggung kehidupannya. Bisa tidak pak saya dibantu untuk diluluskan di penerimaan CPNS tahun ini?," kata Aksala sambil cengar-cengir.

Giliran pak Pangke yang terdiam kali ini. Terang saja, karena pria yang berada didepannya, baru saja dengan bangganya berceita panjang lebar betapa bencinya dia terhadap tindakan KKN. Dan tiba-tiba pula dia justru memohon agar diluluskan menjadi CPNS tahun ini.

"Apa saya tidak salah dengar?," kata pak Pangke.
"Kenapa pak?,"
"Bukankan anda sangat membenci KKN?,"
"Memang apa hubungannya KKN dengan permintaan tolong saya ini pak?,"
"Ya jelas berhubungan sekali. Secara tidak langsung anda telah menyuruh saya untuk KKN," kata pak Pangke dengan nada meninggi.
"Saya kan hanya minta tolong pak. Ada anak dan isti saya yang harus saya tanggung kehidupannya," kata Aksala.
"Sudah!. Lebih baik anda keluar dari ruangan saya sekarang. Anda telah menghina saya kalau begitu. Dengan saya meluluskan anda, berati saya telah mengurangi satu jatah pelamar lainnya. Saya tidak berani menanggung resiko di akhirat nanti," ucap pak Pangke sambil menunjuk kearah pintu meminta Aksala segera keluar ruangan.

Aksala tidak meneruskan ucapannya. Dia hanya terdiam mendengar nada bicara pak Pangke yang berubah rastis. Pribadinya yang dikenal vokal, idealis dan pantang menerima iming-iming disaat kuliah dulu, seketika itu tenggelam di palung 'rasa malu' yang sangat dalam. Baru saja Aksala beniat menggadikan sifat idealismenya yang selama ini diagung-agungkannya dan menjadikan dia dihormati, disegani dan disanjung dikalangan rekan-rekannya dan aktivis seangkatannya****

Thursday 13 November 2008

A Last Laying...(Pembaringan Terakhir)...

Dinginnya gelap malam.....
Berselimut kabut kelam....
Awanpun murung enggan tersenyum..
Angin bertiup kencang...
Menghembus arwah-arwah..
Gagak-gagak senandungkan lagu kematian...
Ratapan mata pudar..
Nafas diujung batas kehidupan...

Teringat dosa-dosa yang tak akan mungkin termaafkan..
Akupun pasrah, relakan segalanya...
Dan bila Malaikat turun..
Dari langit datang menjemputku...

Kan kupersembahkan diriku dalam kedamaian..
Dan bila tubuhku terbujur diatas pembaningan terakhir..
Ku ingin bidadari hadir tersenyum menyambutku...

Friday 7 November 2008

'The True Hero' Tidak 'Narsis'

Pembaca sekalian yang cukup cerdas. Sudah tahu bukan? Tanggal 10 November merupakan hari Pahlawan Nasional. Apa ada yang lupa? Mudah-mudahan tidak ya. Atau barangkali ada yang sengaja melupakannya? Uh..Keterlaluan sekali jika ada. Bukankan ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang selalu mengenang jasa Para Pahlawannya?.. Terimakasih anda telah melakukan sebuah 'anggukan universal' tanda setuju dengan pernyataan penulis.
Penulis hanya ingin sedikit mengulas tentang pahlawan sejati atau 'the true hero' dihari yang besejarah itu. Sekaligus mengajak segenap pembaca agar bersedia mengomentarinya. Atau bisa juga memberikan saran, kritikan atau masukan. Tentunya saran dan kritikan itu untuk orang-
orang yang beragsur lupa dan melupakan para pahlawannya dan cenderung memproklamirkan dii sebagai pahlawan. Durhaka!!.


Disadari ataupun tidak, beberapa tahun ini nama-nama 'the true hero' seperti sosok Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Jenderal Soedirman, Cik Di Tiro, Pangeran Hasanuddin, Raja Ali Haji dan sederet nama Pahlawan Nasional lainnya berangsur tenggelam. Mereka karam diterjang gelombang globalisasi yang mengobrak-abrik mental, moral dan rasa peduli anak
bangsa terhadap bangsanya sendiri. Tragis !!.


Kini nama Van Dame, Jet lee, Bruce Lee, Jacky Chane, Inul, Dewi Persik dan lainnya justru lebih tenar dan lebih dikenal dikalangan anak-anak. Tidak hanya itu, bahkan tidak sedikit siswa SD yang tidak tahu nama orang tuanya sendiri. Sementara hampir seluruh nama bintang
sinetron dihafalnya. Lucu bukan??


Seiring perjalanan waktu yang diiringi dahsyatnya riak gelombang kehidupan, serta semakin pesatnya perkembangan teknologi. Hal diatas tidak lagi menjadi persoalan tunggal yang harus dientaskan. Belakangan justru muncul masalah baru. Yang mana bak cendawan di musim hujan pahlawan-pahlawan narsis seketika bermunculan. Mereka berteriak atas nama bangsa dan negara untuk mendulang pundi-pundi emas guna mengisi kantong pribadi dan membesarkan namannya. Yang seperti ini, penulis cenderung menilai sebagai perampok yang memanfaatkan kesempatan ditengah kesemrawutan.

The true hero tidak pernah mengaku pahlawan. Bekerja tanpa pamrih, berbagi tanpa berharap imbalan, membagikan sembako bukan karena minta dipilih serta tidak perhitungan dalam berjuang. Yang jelas, Pahlawan sejati tidak Narsis.

Pahlawan sejati dihormati bukan karena lebih tua. Pahlawan sejati disegani bukan karena kepahlawanannya. Pahlawan sejati disanjung bukan karena harta. Tapi, karena jasanya untuk masyarakat secara menyeluruh. Bukan kelompok, bukan golongan dan bukan pula karena harta dan jabatan. Pahlawan sejati berani menentang kebatilan, bukan mendukung kemungkaran. Pahlawan sejati rela berkorban darah dan nyawa.

Sementara, pahlawan narsis cenderung senang mengampu dan lebih senang jika disanjung. Pahlawan Narsis lebih suka mencari aman dengan membiarkan kemungkaran dan kebatilan terjadi disekitarnya. Pada dasarnya pahlawan narsis tidak peduli dengan rakyat, tapi selalu minta dipedulikan oleh rakyatnya.

Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini bisa menyadarkan kita semua yang lupa jika sedang diperdaya?? Makanya mulai sekarang kenalilah para pahlawan-pahlawan itu.Jangan lupakan Pahlawan Sejati. Tingalkan Pahlawan Narsis. Percaya pada diri sendiri bahwa pahlawan narsis tidak lebih baik dari kita semua...

Tuesday 4 November 2008

Dia?????!!!!!!!

Dia hadir dititik nadir terendah
Dan seketika merubah segalanya
Tak ada lagi gulita,
tak ada lagi kehampaan,
tak ada lagi gundah gulana,
tak ada lagi isak tangis,
tak ada angkara murka,
tak ada lagi hasud dan hasad,
tak ada lagi iri dan dengki,
tak ada lagi ratapan,
tak ada lagi.....
tak ada lagi.....

Jarak telah dia rubah menjadi perekat
Bisikan mampu dia jelmakan layaknya belaian...
Serpihan salju bak bulu domba yang menghangatkan
Sambaran halilintar bak paduan okestra yang merdu...

Semua bertanya-tanya akan dirinya?..
Namun jawaban tak kunjung hadir...
Hanya bisikan halus selalu mengelus-elus gendang telinga..
Sangat lirih lalu berkata:
Aku adalah salju ditengah gurun..
Aku adalah mata air di puncak bebatuan cadas..
Aku adalah pelepas dahagamu..
Aku adalah pemuas nafsumu..
Aku adalah mimpi indahmu...
Aku adalah cahaya yang senantiasa siap menerangimu...
Aku adalah penunjuk arah saat kau tersesat...
Aku adalah teman di kesendirianmu...
Aku adalah sayap-sayap yang akan membawamu terbang
tinggi ke puncah harapan....

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...