Wednesday 12 March 2008

Keagungan-Mu



Berulangkali Allah SWT menunjukkan kebesaran-Nya melalui hal-hal ganjil yang terjadi disekitar kehidupan manusia. Sang Khalik memperlihatkan kebesaran itu melalui sebuah kalimat 'ALLAH' melalui berbagai media perantara, seperti sekumpulan lebah yang membentuk formasi, gumpalan awan di langit, pada sisik ikan, hingga pada telur ayam seperti yang ada di gambar ini.

Seorang ilmuwan boleh saja mengartikan semua itu berdasarkan teori-teori yang dia ketahui. Tapi sumber segala teori tetap hanya satu, yakni ALLAH.

Bagi saya, terserah pribadi masing-masing meyakini setiap fenomana itu. Yang jelas, Allah memang Maha Besar dan Maha Pencipta. Apapun yang dia kehendaki pasti terjadi.

Ya Allah bimbinglah kami...
Jauhkan kami dari kekufuran...
Lindungi kami dari siksa-Mu...
Bukakan Pintu hidayah-Mu bagi kami...
Agar kami dapat melihat Keagungan-Mu yang hakiki..
Jangan Kau biarkan kami tidak tahu,
jika kami memang tidak mengetahui apa-apa..
Subhanallah...Engkau memang Maha Agung.........

Monday 10 March 2008

Selembar Daun Dadap

Hari semakin senja. Dengan raut sedih dan mata sembab, Beri termenung dipinggir kali sambil memandangi daun dadap yang hanyut. Beri menjulurkan tangannya. Berhati-hati ia meraih daun selebar telapak tangan orang dewasa itu.

Aliran air yang lamban memudahkan Beri meraih daun yang hanyut itu dengan tangannya. Dalam waktu bersamaan, Beri mengambil sebutir batu kerikil berwarna putih kemerahan, seperti batu kapur seukuran jari kelingking orang dewasa.

Daun dadap dipegang dengan tangan kiri dan sebutir batu ditangan kanan. Sudah bisa ditebak apa yang akan dilakukannya. Beri mulai menorehkan sebaris kalimat. Entah apa yan ditulis, tapi sepertinya dia sedang mencurahkan isi hati yang sudah lama terpendam, sebuah bahasa kerinduan yang mendalam.

Tak lama, Beri pun kembali membungkuk dan menjulurkan tangannya ke kali. Dia melepaskan daun dadap yang telah ia bubuhi tulisan. Dibiarkan daun itu kembali hanyut terbawa aliran air yang entah sampai kemana akan membawa daun dadap tersebut. Setetes air mata bening sempat menetes diatas daun kering itu tat kala Beri membungkuk. Kemudian daun itu hanyut bersamanya dan bercampur dengan beningnya air kali. Beri begitu menggantungkan harapan yang besar kepada selembar daun 'bisu' itu.

Perlahan daun dadap pun hanyut. Beri terus memandangi hingga hilang diperbatasan kali yang membelok. Daun dadap telah menghilang, namun Beri masih tetap mengarahkan pandangnya kearah terakhir daun dadap itu ia lihat. Beri tampak semakin penasaran dan penuh harap.

"Ibu, aku rindu padamu, pulanglah bu," itulah sebaris kalimat yang ditulis Beri di selembar daun dadap yang baru saja ia hanyutkan.

Beri sudah melakukan hal tersebut semenjak ibu yang ia cintai pergi meninggalkannya 2 tahun sebelumnya. Usia Beri 7 tahun dan baru duduk di sekolah dasar kelas 2. Dia ditinggal ibunya ketika baru berusia 5 tahun. Sebelumnya, Beri anak yang cukup ceria dan bahagia hidup bersama kedua orang tua. karena Ibu dan ayahnya sangat mencintainya.

Sayang, kebahagiaan yang Beri rasakan sejak lahir itu terputus. Kedua orang tua Beri mulai sering bertengkar sejak ayahnya mengenal seorang janda beranak 1 yang kemudian dinikahi tanpa sepengetahuan ibunya, dan kemudian menetap di sebuah Kota yang tidak diketahui dimana. Ayah Beri tidak pernah lagi mengirim kabar apa-apa, apalagi mengirim sejumlah rupiah untuk menafkahi mereka.

Menyakitkan sekaigus menyedihkan bagi sang ibu. Setelah berita pernikahan suaminya dengan seorang janda tersebar, ibu yang sangat dicintainya lebih banyak berdiam diri dan sering menangis . Semangatnya sebagai seorang wanita, atau sebagai seorang ibu terkubur setelah pria yang dia cintai menghianati.

Jangankan untuk merawat Beri sebagai anak, untuk merawat diri sendiri saja seperti sudah tidak ada kemauan lagi. Semangat hidup ibu Beri benar-benar hilang sejak ditinggal suami tercinta. Beri tidak lagi merasakan kebahagiaan sejak saat itu. Apalagi, beberapa bulan kemudian, Beri ditinggal pergi oleh Ibunya yang tidak diketahui kemana dan apa tujuannya. Dan tidak ada pesan yang ditinggalkan sang ibu.

Mengetahui ibunya pergi, Beri menangis takhenti-henti. Tetangga sekitar iba terhadap kehidupan Beri yang menjadi sebatang kara karena ditinggal pergi kedua orang tuanya.

Beri tinggal bersama Pamannya. Sebelum pergi, ibunya pernah berpesan menitipkan Beri kepadanya, dan diminta jangan bercerita tentang kepergiannya.

Paman dan bibi Beri kemudian setia melayani keinginan dan kebutuhan Beri dengan penuh kasih sayang. Namun Beri tetap merasa berbeda dengan kasih sayang yang pernah diberikan oleh kedua orang tua kandungnya sebelumnya. Apalagi paman dan bibinya memiliki sepasang anak kembar yang usianya sebaya dengannya. Tentu saja paman dan bibinya lebih menyayangi kedua anaknya ketimbang dia.

Beri mulai masuk sekolah Dasar. Tidak lama, Beri mulai bisa menlis dan membaca. Kemudian Beri mulai menulis dengan objek apa saja untuk mengungkapkan isi hatinya. Kalimat pertama yang mampu ia tulis adalah ‘ibu’. Dan hampir semua buku sekolah yang dia miliki penuh dengan tulisan itu. Hingga akhirnya Beri pun lancar menulis sebuah kalimat, meski bentuk tulisannya tidak terlalu bagus.

Setiap pulang sekola Beri mulai sering pergi menyendiri kesebuah kali yang berjarak sekitar setengah kilometer di belakang rumah tempat ia tiggal berama pamannya. Disana Beri sering termenung dan menangis sendirian mengenang ibunya yang tak kunjung kembali. Sambil menyesali sikap ayahnya, karena telah tega meninggalkan dia dan ibu demi seorang janda yang baru dia kenal.

Di Kali itu Beri mulai menuliskan ungkapan rindu kepada sang ibu’ dihamparan selembar daun dadap yang jatuh dan terbawa arus kali setiap waktu. Entak sudah berapa banyak daun dadap yang ia tulisi dengan kata-kata serupa "Ibu, aku rindu, pulanglah bu", sambil berharap agar segera mendapat jawaban dari daun dadap yang jatuh pada hari berikutnya.

Namun jawaban yang dia harapkan tak kunjung ada, apalagi sampai membawa ibunya pulang. Jelas saja hal ini membuat Beri semakin sedih. Sudah sekitar setahun dan setiap hari Beri selalu di kali itu, sambil meratap dia menunggu daun dadap yang jatuh dan hanyut. Beri butuh jawaban dari pesan-pesan yang pernah ia tulis, namun tak pernah ada.


Daun dadap yang ia ambil di keesokan hari selalu bersih tanpa pesan balasan dari ibu. Kemudian ia tulis kembali pesan yang sama untuk berharap segera mendapat jawaban dikeesokannya lagi. Begitulah dilakukan Beri setiap hari. Menanti sebuah jawaban yang tak pasti dan melepas daun dadap untuk sebuah pesan yang entah siapa yang membaca. Tapi Beri masih tetap berharap ibunya kembali dan membaca semua pesan-pesan hatinya dihamparan daun dadap itu.***



New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...