Wednesday 29 October 2008

Otak-Atik Kata...

Gua cuma mencatat asal-asalan aja, maka bacalah dengan asal-asalan..
Serius!! Ini cuma asal-asalan catatan gua aja kok...
Asal aku catat, jadinya asal-asalan, karena catatanku asal-asalan..
Asal aku asal-asalan, jadilah catatan yang asal-asalan..
Biar asal-asalan yang penting catatan..
Daripada asal mencatat..bagus asal-asalan aja..
Asal-asalan mencatat, jadinya juga asal-asalan..
Namanya juga asal-asalan, ya gini deh..
Asal sebuah cacatan dari asal-asalan..
jadi asal-asalan juga ada artinya...
Asal jangan asal mengartikan...
Asal-asalan juga kerja lo, tapi jangan kerja asal-asalan...
Waahaaahhhhh,,!!
Mulut gua jadi asal ngomong ni...
Mana Omongan gua asal-asalan lagi..!!
Gua tambah asal-asalan sekarang...
Ingat ya!! Biarpun gua asal-asalan..
Tapi jangan ngomong asal-asala sama gua...

Ntar lo bisa gua buat asal-asalan...
Asal-asalan..asal-asalan.....!!!

Abang Tidak Memilih Mama Maupun Papa...

Paman! abang jadi bingung. Usia abang sekarang 8 tahun dan baru duduk di kelas 3 SD. Kenapa abang sudah harus menghadapi masalah seperti ini ya. Papa sama mama sedang cekcok dan berencana untuk pisah. Mama sudah menggugat minta cerai di pengadilan, dan papa juga sepertinya akan menyetujui permintaan mama. Bagaimana masa depan abang dan kakak nanti ya paman!.

Abang dan Kakak sekarang diperebutkan oleh mereka berdua. Keduanya merasa paling berhak atas abang dan kakak yang sekarang duduk dikelas 4 SD di sekolah yang sama dengan Abang. Bahkan mereka sama-sama merasa paling becus mengurus kami. Padahal, nyatanya mereka berdua justru telah membuat kami bingung dan membuat kami terlantar secara lahir dan batin.

Sekarang papa dan mama sudah pisah rumah. Setengah memaksa, papa mengajak abang untuk ikut bersamanya. Kakak juga demikian, mau tidak mau harus ikut mama. Abang dan kakak sekarang dipisahkan oleh ego mereka berdua.

Abang dan kakak hanya bisa bertemu ketika di sekolahan, karena kami sama-sama masuk siang. Tanpa sepengetahuan mama dan papa, kami saling melepas kangen disekolah sambil menyesali pertengkaran mereka berdua. Abang ingin mama dan papa tetap akur, sayang sama kakak, sayang sama abang dan kami hidup dalam keluarga yang bahagia, sakinah, mawaddah dan penuh rahmat dari Allah SWT.

Tolong sampaikan kepada papa dan mama yang paman! Abang dan kakak nggak menuntut apa-apa dari papa dan mama kok. Kami hanya ingin mereka akur dan memperhatikan masa depan kami berdua, bukan egonya.

Paman! Abang nggak mau jadi rebutan mama sama papa. Seharusnya mereka sadar, mereka adalah orang tua kandung abang, yang melahirkan abang dan yang membesarkan abang sampai sekarang. Kenapa mereka harus takut kehilangan abang, karena sampai kapanpun abang adalah anak mereka bedua.

Kini abang sudah bulat membuat keputusan. Abang tidak akan ikut siapa-siapa, baik mama maupun papa. Abang juga sudah tidak bisa berharap banyak dari kduanya. Abang memutuskan untuk pindah sekolah dan tinggal besama mbah. Keputusan ini abang ambil demi menjaga agar mama dan papa tidak memperebutkan aku terus. Tapi abang tetap tidak tahu, bagaimana dengan nasib kakak nantinya.

Paman! tolonglah beri pengertian kepada mama dan papa. Abang sayang mereka bedua. Jika kapal yang kami naiki pecah, tentu kami akan becerai berai. Abang sungguh tidak menyesal menjadi anak mereka. Yang abang sesalkan justu kenapa mama dan papa menjadi berlawanan arah.

Paman! Jaga keluarga paman ya, jangan seperti mama sama papa. Adek masih kecil, kasihan kalo harus merasakan seperti yang abang rasakan ini.

Paman! abang kangen kakak, abang kangen mama. Hari ini abang terpaksa masuk sekolah dengan baju kotor dan tidak di setrika karena papa tidak mencuci seragam abang semalam...

(Sebuah curahan hati seorang pria kecil. Dia mengungkapkannya dengan hati. Aku tersentuh mendengarnya. Ego orang tua terkadang membunuh nilai kasih sayang dan cinta. Tanpa mempedulikan masa depan anaknya).....

Monday 27 October 2008

Layang-Layang

Pembaca yang budiman, budiawan dan budi anak ibunya?! hehe. Sekedar iseng, dalam tulisan kali ini penulis igin mengangkat tema sederhana, yakni 'layang-layang'. Pembaca pasti tahu dan bahkan sebagian besar pernah mempermainkannya. Waktu masih kecil, layang-layang merupakan permainan faforit saya, bahkan sampai sekarang saya masih menyukainya walau sudah jarang memainkannya.

sejak saya kecil, layang-layang sudah diperjual belikan. Namun masih jarang sekali dan harganya juga tidak murah. Saya memilih membikin sendiri waktu itu. Toh bahan-bahannya juga gampang diperoleh kok. Hanya dua batang bambu, benang dan kertas atau bisa juga pakai plastik. Pembaca juga pasti bisa kan???.
Namun yang ingin penulis kemukakan disini kepada pembaca bukan masalah gampang atau rumitya membuat layang-layang. Melainkan penulis ingin mengangkat nilai filosofis dari layang-layang itu sediri. Hal ini menjadi cukup menarik manakala kita kaitkan filosofis layang-layangg ini dengan perilaku dan kebiasaan remaja jaman sekarang yang cenderung memilih barang yang serab instan saja ketimbang harus mau merasakan sedikit susah terlebih dahulu.

Pembaca yang jujur, mujur dan selalu bersukur?! . Sadarkah anda. Ternyata saat ini telah terjadi pergeseran nilai yang cukup besar sekali disekitar kehidupan kita. Contoh ini cukup kita pandang dari sisi layang-layang saja. Dan kalo mau, pembaca bisa juga kok memandangnya dari sudut yang lain. Penulis hafal betul lagu 'Layang-Layang'. Begini lagunya..

Kuambil buluh sebatang.
Kupotong sama panjang.
kuraut dan kupintal dengan benang.
Kujadikan layang-layang.
Bermain,,berlari,,
Bermain layang-layang.
Bermain kubawa ke tanah lapang..
Hati Gembira dan riang..

Saat kita membuat layang-layang. Secara tidak langsung, saat itulah kita telah diajari bagaimana mengukur kesabaran dan keseimbangan hidup kita sendiri. Tanpa keseimbangan layang-layag tidak akan dapat terbang dengan sempurna. Makanya, kita harus sabar saat meraut arku-nya. Antara sayap kanan dan kiri harus sama. Tidak ada yang lebih berat atau lebih ringan.

Pembaca yang terhormat, karena saya memang sangat menghormati pembaca semua. Beruntunglah bagi pembaca yang tidak pernah menjadi anak manja atau dimanjakan orang tua. Namun kasihan sekali bagi pembaca yang masa kecilnya tidak bahagia hehe. Maksud saya, tidak dimanja itu bukan berarti sengsara. Atau kesengsaraan bukan timbul karena tidak pernah jadi anak manja.

Jaman sekarang, para remaja sepertinya sudah malas untuk membuat layang-layang sendiri. Dan yang membuat mereka malas lantaran terlalu banyaknya layang-layang yang diperjual belikan dipinggir jalan, dan dengan harga yang murah pula.

Pembaca yang baik hati. Pengaruh gloalisasi, kemajuan teknologi serta perkembangan ekonomi jika tidak diimbangi dengan kesiapan mental generasinya justru akan berdampak negatif kedepannya. Bangsa kita bisa-bisa kehabisan generasi. Kehabisan generasi yang bisa menjaga keseimbagan hidup dan kehidupan.

Wah bahaya kan. Para orang tua mestinya jangan menganggap remeh hal ini. Jangan terlalu memanjakan anak, demi menjaga stabilitas generasi. Demi menjaga keseimbangan hidup dan demi masa depan anaknya sendiri. Jangan membunuh kreatifitas anak dengan memanjakannya...

Tuesday 21 October 2008

Pungkuratung

Sebuah kejadian yang cukup dramatis dan penuh nilai-nilai mistis. Malam itu, Gopal, sahabatku yang keturunan Arab terpaksa kuminta datang ke rumah kontrakanku. Karena tetanggaku, mahasiswi yang kos disebelah rumah sedang mendapat masalah, namanya Nenden. Dia kesurupan, alias kesambet, atau kerasukan, atau apalah namanya. Aku hubungi Gopal, karena dia mengerti masalah yang sepeti itu. Kisah ini sedikit berbau horor, tapi tidak terlalu menakutkan kok.

Menurut teman satu kos Nenden, Lidya. Temannya itu tiba-tiba tertawa sendiri tanpa sebab, kemudian menangis, menjerit dan mencakar-cakar bantal, kasur dan apapun yang ada disekitarnya. Bahkan saat melihat temannya itu seperti melihat musuh bebuyutan. Aku bergidik mendengar ceita Lidya, apalagi Lidya yang satu kamar dengannya. Wajar saja kalau Lidya cepat-cepat mengadu kepadaku, karena akulah satu-satunya yang ada di kontrakan ketika itu, dan aku pula yang paling dekat untuk dia mintai pertolongan. Kebetulan dua teman satu kontrakan aku lagi pada keluyuran.


Setahu aku Nenden sedang kesurupan makhluk halus yang tidak tahu dari mana datangnya dan apa sebabnya. Meski aku tahu itu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena aku hidup di dunia nyata, tidak penah berurusan dengan hal yang begitu-begituan. Kalau orang yang mengganggu mungkin aku bisa mengusir dan melawannya, karena kelihatan. Tapi kalau yang seperti ini, terpaksa aku serahkan kepada Gopal, sahabatku.

Tak lama suara motor Shogun sampai didepan rumah. Itulah Gopal sahabatku yang aku tunggu dan tumpuan harapan bagi Lidya semoga bisa membantu teman satu kosnya yang sedang mendapat masalah itu.

"Ada apa Bo. Siapa yang di ganggu," tanya Gopal tanpa basa-basi.
"Tetangga gue. Nih teman se kosnya, namanya Lidya. Lidya ni Gopal," jawabku sambil mempekenalkan keduanya.

"Siapa namanya," tanya Gopal.
"Lidya," jawab Lidya sambil menyodorkan tangan untuk dijabat. Gopal cepat menyambut.
"Bukan. Maksud saya teman se kos kamu!?," Gopal mengklarifikasi.
"O maaf. Namanya Nenden," jawab Lidya tersipu.

Setelah perkenalan singkat, kami bertiga langsung menuju kamar kos Nenden dan Lidya yang seluruh dindingnya di cat warna pink. Dari balik pintu kamar tersebut tidak terdengar suara apapaun, seperti tidak terjadi apa-apa. Kemudian Gopal membuka pintu kamar Nenden dengan penuh hati-hati. Dibelakang Gopal, Lidya membuntuti, sedangkan aku berada di barisan paling belakang.

Kejadian itu memang tidak banyak yang tahu. Termasuk tetangga-tetangga yang lain, karena kami menanganinya dengan rapi dan tidak mau membuat orang se kampung ikut sibuk.

"Gila bener," batinku. Saat pintu kamar dibuka, aku melihat Nenden dalam keadaan acak-acakan. Rambut ikalnya yang panjang nyaris sampai pinggang itu awut-awutan, percis seperti orang yang baru di strum. Padahal dalam keseharian Nenden dalam penilaianku cewek yang rajin dan pandai menjaga penampilan. Ah, wajar saja kalu hari itu dia dalam keadaan seperti itu, karena sedang dirasuki sesuatu. "Setan memang jelek, orang cantik pun kalau dirasuki setan jadi ikutan jelek," kataku dalam hati.

Aku berlindung dipunggung Lidya, sedangkan Lidya berlindung dipunggung Gopal. Sesekali aku mengintip dari punggung Lidya sorot mata Nenden yang tajam dan beringas seolah ingin menerkam sesuatu. Nenden juga melakukan hal yang sama dari balik punggung Gopal.
Sedangkan Gopal terlihat tenang sekali melangkahkan kakinya kearah dimana nenden sedang terduduk diam. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Gopal. Rahangnya yang aku perhatikan dari belakang terus begerak, sepertinya Gopal sedang membaca sesuatu.

Gopal menjulurkan tangan kanannya kearah wajah Nenden sambil terus berkomat-kamit. Nenden yang sedang dalam pengaruh makhluk halus terlihat tidak senang dengan kehadiran Gopal dihadapannya. Dia terlihat memberontak dan ingin sekali menyerang Gopal dan kami bertiga, namun gerakannya seolah ada yang menahan.

"Pergiiiiiiiii!. Jangan ganggu aku kau manusia!!!," teriak Nenden dengan suara parau dan membentak.

Aku kaget dan menyembunyikan mukaku dipunggung Lidya. Begitu juga Lidya dia cepat-cepat bersembunyi dipunggung Gopal. Sementara Gopal tetap tenang sambil terus bekomat-kamit sambil mendekati Nenden.

"Jangan ganggu aku!!!," Nenden mengulangi pekataannya.
"Siapa kamu," kata Gopal bertanya kepada makhluk yang berada ditubuh Nenden.
"Ayo jawab!!, siapa kamu!! Kenapa kamu ganggu manusia," Gopal mengulangi petanyaannya.

Nenden tidak segera menjawab. Dia justru melakukan gerakan kecil sambil mengeluarkan suara parau dari dasar tenggorokannya.

"Apa urusan kamu!? Jangan pegangi aku. Kubunuh kamu," kata Nenden pelan tapi dengan penuh penekanan.
"Aku tanya, siapa kamu!," Gopal justru tambah membentak.
"Pungkuratung, hahahahaha," sambil terus menggeliat-geliat seolah-olah berusaha melepaskan sesuatu yang memegang kedua tangannya.
"Dari mana asal kamu!?,"
"Kalimantan,"
"Sekarang kamu tinggal pilih. Mau keluar dari tubuh manusia ini sendiri, atau dengan cara aku," ancam Gopal.
"Ampuuuuuun, sakiiiiit, ampuuuun!!,"
"Jawab. Mau keluar sendiri atau dengan caraku!!. Kalu tidak kamu akan kubuat kesakitan terus," uja Gopal.
"Ampuuun, sakiiiit. Baik, aku akan keluar sendiri. Tapi aku punya satu permintaan,".
"Apa,"? Tanya Gopal.
"Beri aku dulu sebatang rokok,".

Setelah sekian lama Gopal bernegosiasi, akhirnya setan ditubuh Nenden menyerah. Entah ilmu apa yang dipakai Gopal, aku cukup kagum melihat sahabatku itu. Tidak hanya aku, Lidya juga memperlihatkan kekagumannya. Bahkan menurut mataku, kekaguman yang diperlihatkan Lidya bukan kagum biasa.

Gopal menuruti permintaan Pungkuratung yang berada ditubuh Nenden. Setelah diberi sebatang rokok, dan minta dinyalakan sekali, kemudian dihisapnya sebanyak sekitar tiga kali. Kemudian nenden yang dalam posisi duduk tiba-tiba lunglai dan tergeletak ditempat tidur.

"Lid, teman kamu Insya Allah udah nggak kenapa-napa lagi. Dia cuma lemas karena kecapean. sebentar lagi juga sadar kok ," kata Gopal.
"Bener nih. Terimakasih ya," Lidya langsung bergegas mengelus-elus teman se kosnya itu sambil merapikan rambut dan pakaian Nenden yang berantakan.

"Gua dengar namanya Pungkuratung Pal. Namanya aja udah serem," tanyaku.
"Iya, wajahnya lebih serem lagi Bo," jawabnya.
"Bo, gue haus ni. Bagi air putih dong," pinta Gopal sambil memegangi tenggorokannya.
"Ini aja, udah aku siapin kok. Tapi cuma sekedar air putih," Lidya buru-buru menyodorkan segelas air putih bening kepada Gopal.
"Wah jadi ngrepotin kamu ni Lid," kali ini Gopal basa-basi.
"Nggak lah, kan cuma air putih aja. Justru aku yang udah ngerepotin kamu," Lidya menyunggingkan senyum.
"Makasih ya," Gopal menenggak habis air putih didalam gelas pemberian Lidya.

"Aku yang beterimakasi," Lidya kembali merasa yang paling berhutang budi.
"Pal temennya Lidya, Nenden udah nggak apa-apa kan. Kira-kira kumat lagi nggak nanti," aku memotong pembicaraan mereka.
"Insya Allah nggak. Dia udah kapok kok," Gopal meyakinkan kami berdua. Aku dan Lidya saling pandang.
"Ntar kalo ada apa-apa hubungi aja gua," Gopal menawakan diri.


Padahal tanpa diminta sekalipun, kalau ada kasus seperti itu, aku selalu menghubunginya. Dan kasus Pungkuratung bukan yang pertamakali dia tangani.

Pembaca yang budiman. Rupanya ada hikmah dibalik kejadian itu. Pertemuan Gopal dan Lidya berkelanjutan. Tawaran Gopal itu bukan tanpa sebab. Dia rupanya meninggalkan benih kasih dari kejadian itu dihati Lidya. Pungkuratung mempertemukan mereka??!

Sepulangnya Gopal dari aksi layaknya seorang 'dukun' dengan mengobati temannya, telah mengundang simpatik tetanggaku itu. Hal itu aku sadari dari sorot mata keduanya tatkala beradu pandang untuk pertama kalinya.

Aku pun jadi ma comblang dadakan. Lidya tak henti-henti bertanya tentang Gopal, Begitu juga sebaliknya. Tak lama kemudian, entah karena aku atau memang keduanya ada kecocokan, akhirnya mereka pacaran. Hubungan mereka aku juluki 'Pungkuatung'. Mereka awalnya keberatan dan ingin protes dengan julukan itu. Tapi itu sudah aku patenkan. Ternyata 'Pungkuratung' juga membawa berkah. Coba tebak, mereka dekat karena aku, karena Pungkuratung atau karena Nenden??!!***

Monday 13 October 2008

Laskar Pelangi....

Demi sebuah cita yang masih tertnggal dipuncak harapan...
Demi sebuah kebenaran yang masih diselimuti tabir kegelapan...
Demi sebuah cahaya yang terpenjara dalam gulita..
Demi sebuah mimpi yang masih terbuai di alam tidur..
Demi sebuah cinta yang masih terkungkung kebencian...
Demi sebuah harapan yang dibayangi keputus asaan....
Demi sebuah kejujuran yang berada dalam bayang-bayang nafsu...

Seperti para dewa yang mengharapkan sesembahan di altar suci...
Seperti Matahari yang tak bosan menebar cahaya...
Seperti udara yang tak lelah berhembus untuk setiap nafas manusia..dan
Seperti air yang selalu mengalir....
Maka sucikanlah cita....
Maka teguklah pemahaman....
Maka bunuhlah dosa....
Maka kejarlah harapan...
Maka raihlah kemenangan..
Maka Bercerminlah diri....
Seperti Matahari..
Seperti Pelangi..
Seperti tata surya...
Seperti kasih sayang para Ibu...
Seperti tawa si fulan...
Seperti yang semua merasakannya.....

Sunday 12 October 2008

Cariyah Pun Hilang Keceriaannya (Cerita TKW)

Miris nian nasib Cariyah. Bungsu dari 5 bersaudara kelahiran Cirebon 10 Juli 1977 ini awalnya ingin sekali membahagiakan keluarganya di kapung halaman dengan memberanikan diri menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) sebagai Pembantu Rumah Rangga (PRT) di Malaysia.

Mei 2008 Cariah berangkat ke negeri Jiran tersebut setelah selama 3 bulan diberi bimbingan oleh sebuah penyalur jasa TKI yang ada di Tanjungpinang. Betapa senangnya diaketika itu, dibenaknya langsung tergambar kibaran pecahan uang kertas ringgit sebesar RM450 atau sekita Rp1,5 juta untuk gajinya setiap bulan. Percis seperti yang dijanjikan majikan yang kabarnya orang Melayu. Apalgi, sebelum berangkat, Cariyah dijanjikan hanya akan dipekerjakan sebagai penjaga 'orang tua', cuci piring dan membersihkan lantai saja.
Untung tak didapat, malang justru bertubi-tubi menghammpiri. Semenjak baru kerja di Malaysia Cariyah sudah mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari Majikannya. Hanya karena kurang puas dengan pekerjaan yang dilakukan, bertubi-tubi pukulan mendarat ditubuh wanita berambut ikal ini. Tangan, kaki, perut, tengkuk bahkan kepala menjadi sasaran amarah majikannya.
"Saya pernah dipukul pakai tangkai sapu dibagian punggung. Kemudian saya pernah juga dipukul pakai pecut anjing di tangan kiri sampai berbekas. Nggak hanya itu, sampai sekarang diperut saya juga ada bekas pukulan, dan kepala saya sampai sekarang terasa sakit karena sering dijedot-jedotkan ke tembok," aku Cariyah yang dipulangkan dari KBRI pada Juli lalu.
Cariayah pun keika itu langsung ditampung di Shelter Engku Putri Batu 10 Tanjungpinang. Berulangkali Cariyah memegangi tengkuk dan beberapa bagian tubuh lainnya yang masih sakit dia rasakan akibat dianiyaya majikan. Entah sudah berapa banyak pukulan yang diterimannya selama sebulan di negeri Jiran, hingga akhirnya dia tak tahan. Akibat berulangkali mendapat pukulan di bagian kepala dan tengkuk, Cariyah pun tampak sedikit mengalami gangguan mental.
Dia terlihat trauma dan tampak ingin sekali menumpahkan segala isi hatinya kepada semua orang. Dia juga mengaku pernah jatuh dari tangga rumah majikannya akibat kurang konsentrasi saat berjalan menyusuri tangga, karena selama dua hai tidak dibei makan apa-apa. Tidak tahan diperlakukan kasar layaknya bukan manusia, Cariyah kemudian meminta kepada majikannya agar dicarikan majikan lain. Namun, sang majikan justru tambah marah dan Cariyah kembali menerima pukulan yang kesekian kalinya.
"Akhirnya saya dipulangkan kepada agen dengan alasan, saya tidak becus bekerja. Oleh agen kemudian saya diantar ke Tanjungpinang untuk diserahkan kepada tekong yang menampung saya. Gaji saya seharusnya Rp1,5 juta selama sebulan bekerja tidak dibayar sepeserpun oleh majikan. Tapi tidak mengapa, saya ikhlas karena senang bisa lepas dari mereka," kata Cariyah yang tak sekalipun memperlihatkan senyumnya, meski hanya sekedar basa-basi.
Cariyah berharap di Tanjungpinang akan ada orang yang mau menampung keluh kesahnya selama sebulan jadi PRT di Malaysia. Apalgi, selama sebulan 'tak seharipun dia tidak merasakan pukulan dan mendengarkan makian has majikannya.
"Setelah sampai di Penampungan, ternyata tidak ada satu orang pun yang percaya cerita saya. Saya malah dibilang mengada-ada. Bahkan, entah kenapa selama di penampungan (rumah tekong-red) saya juga sering menerima perlakuan kasar, seperti dipukul dan di tampar, dan saya merasa diterlantarkan" cerita Cariyah.
Tidak tahan dengan perlakuan kasar selama di penampungan yang terletak di Batu 3, Cariyah berusaha melaporkan nasibnya kepihak berwajib, kantor polisi Bukit Bestari. Namun usaha melaporkan ke polisi juga dia rasakan sia-sia, karena laporannya tidak ditanggapi dengan serius.
"Saya pernah melapor ke kantor polisi di Batu 3. Saya lupa siapa yang menerima, tapi saya ingat orangnya. Laporan saya tidak ditanggapi sama dia," keluh Cariyah.
Sekitar seminggu di penampungan setelah pulang dari Malaysia, Cariyah yang tidak tahan akhirnya bertemu seorang teman. Setelah menceitakan seluruh keluh kesah yang dirasakannya, akhirnya oleh temannya tersebut Cariyah kemudian diantar ke pelabuhan Kijang untuk pulang ke kampung halaman. Namun niatnya langsung puang gagal, karena tidak sepeserpun Cariyah memegang uang untuk membeli tiket kapal. Sedangkan temannya juga bernasib sama.
"Saya bingung sekali. Di Kijang saya juga terlantar, karena tidak punya uang untuk membeli makan, apalagi tiket. Akhirnya oleh teman saya, saya diantar ke rumah singgah Batu 10. Disini saya menceitakan semua kejadian yang saya alami kepada ibu asrama. Saya nggak kuat mas. Saya ini salah apa. Kenapa semua orang membenci saya," ceitanya.
Karena tidak memiliki teman curhat, Caiyah sering menuliskan kisah hidupnya di lembaran-lembaran buku tulis. Entah sudah berapa banyak tulisan yang dia buat. Isinya tentang kesusahan hidupnya, termasuk didalamnya tercatat beberapa nama yang telah menyakitinya atau menerlantarkannya, baik saat berada di Malaysia maupun di penampungan Tanjungpinang.
Bentuk tulisannya kurang bagus namun bisa dibaca. Untuk memahaminya butuh ketelitian. Kombinasi bentuk dan ketebalan tulisan tanganya menandakan ada yang mengganjal dihatinya dan belum terluapkan. Atas pengalamanya tesebut, Cariyah pun mengaku kapok menjadi TKW lagi. Dia memilih untuk kembali ke kampung halaman dan membantu ibu dan bapaknya menanam padi di sawah.

Saturday 11 October 2008

Fenomena Hidup

Penindasan, kekerasan, kezaliman, penipuan, pembunuhan, pemerkosaan, fitnah, hasud, hasad, hujat, marah, iri, dengki, saling tipu dan menjatuhkan adalah sebuah fenomena hidup yang selalu bekeliaran disetiap jiwa manusia.

Miskin, mengemis, terlantar, fakir, cacat, gila, gelandangan, jatuh, jelek, terpuruk dan dicemoohkan bukanlah sebuah pilihan hidup. Tapi akan tetap singgah ditengah-tengah kehidupan, dan mewarnai fenomena hidup.

Kaya, pintar, hebat, cerdas, bahagia, tertawa, senang, sakti, wibawa, dihormati, disegani, disanjung dan dipuja bukanlah hadiah bagi segelintir penghuni kehidupan.

Dari segala fenomena yang ada didalam hidup, manusia terkadang dipaksa untuk menentukan pilihan, berusaha melawan sekaligus pasrah.

Segala fenomena itu akan tetap ada dimanapun jua dan sampai kapanpun. Tapi jalan hidup tetap bisa ditentukan. Semua tergantung indifidu dan kesadadarn sosial yang menjalani kehidupan.

Manusia diciptakan untuk saling membantu. Yang kaya membantu yang miskin, yang pintar mengajari yang bodoh, yang kuat menopang yang lemah, yang tinggi mendukung yang rendah dan seterusnya. Tujuannya untuk menciptakan keharmonisan dalam hidup. Keharmonisan hidup akan tercipta jika para manusia tidak lagi senang melihat sesamanya kesusahan, dan tidak susah melihat sesamanya hidup senang.***


Friday 10 October 2008

Cara Si Buta Memandang Dunia

Belum lama ini aku berbincang-bincang dengan seorang pria yang tidak bisa melihat betapa indahnya dunia ini. Dalam penglihatannya dunia ini hanya sebuah ruangan gelap, hampa yang tidak ada apa-apanya. Tidak ada warna, tidak ada bentuk dan tidak ada pula unsur seni yang bisa menghibur hatinya.

Namanya Zulfahmi. Dia adalah seorang guru tunanetra di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Tajungpinang. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana Fahmi yang buta itu mengajari murid-muridnya yang juga buta. Contohnya, bisakah Fahmi mengeksplorasikan bentuk gajah secara utuh kepada murid-muridnya. Mulutku tertahan untuk menanyakan hal itu. Tapi aku yakin dia mampu mengeksplorasikannya, karena diujung namanya sudah ada sebaris titel 'Sarjana Pendidikan Luar Biasa' (SPLB) yang dia peroleh dari Sekolah Pendidikan Guru LuarBiasa, di Bandung.

Pebincangan kami semakin panjang. Ternyata Fahmi, begitu teman-temannya menyapa, bukan tipe orang yang tertutup atau malu karena kondisi fisiknya. Dia justu lebih banyak bercerita dan bahkan aku anggap dia memilki cara tesendiri untuk memandang dunia ini. Ini kesempatan aku belajar banyak darinya, pikirku.

Tanpa dia ketahui, aku mencoba memejamkan mataku. Sekedar merasakan, sepeti yang dirasakannya. Selama kurang lebih dua menit mataku terpejam, dan kami sama-sama hanyut dalam pembicaraan yang kegelap.

Dalam dua menit itu aku merasakan dunia ini begitu sempit. Aku seperti dihimpit sesuatu yang besar. Nafasku sesak, fikiranku buntuk karena tertahan, bayang-bayang gelap terus menghantui aku selama dua menit itu.

"Orang-orang buta seperti kami, punya cara tersendiri dalam memandang dunia. Petama kami pakai hafalan, pakai feeling dan pakai seluruh indera kami yang masih berfungsi," ujar Fahmi dan spontan aku buka katupan mataku.

Aku pandangi sekeliling rumah kontrakan pria lajang berusia 35 tahun itu. Sebuah sisir terletak diatas meja kayu dan tidak ada cermin yang sebagai alat pemantul diri, karena memang tidak dia butuhkan. Aku kembali melihat dua buah lampu yang terpasang di ruang depan dan dapur yan tidak pernah dinyalakan, baik malam hari sekalipun, kcuali ketika ada tamu yang berkunjung. Karena dengan atau tanpa lampu juga, dunia ini gelap adanya bagi Fahmi.

Mataku beralih kepada sebuah kotak permainan catur yang tergeletak disamping kiri Fahmi. Meski jumlah garis, pion dan semua anak catur dan cara mainnya sama, namun terlihat berbeda pada papan catur dan nak-anak catunya. Papan catur untuk orag buta dibuat berlubang-lubang, sedangkan anaknya di buat ada ukiran yang memanjang di pantat anak catur, yag bisa dimasukkan kedalam lubang papannya.

Rupanya, Fahmi pernah menjuarai permainan catur di kampusnya. Kini, catur menjadi salah satu pemainan diwaktusenggangnya.

Semangat Fahmi luar biasa. Dia dalah pria yang pantang menyerah. Meski buta, namun dia tidak pernah minder atau justru bersembunyi karena kekurangannya. Sebagai guru Tunanetra yang memegang gelar SPLB, Fahmi masih memiliki sejuta mimpi.

"Saya belum puas jadi guru SLB. Saya ingin kuliah lagi S2 dan saya ingin menjadi dosen. Dengan menjadi dosen, maka saya akan bisa menciptakan kader-kader guru untuk orang-orang cacat seperti saya. Begitu banyak orang buta di Indonesia, namun sedikit sekali guru yang bisa mngajar orang-orang cacat itu. Mungkin banyak yang bisa, tapi sedikit sekali yang memiliki kesabaran," ujar fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi juga mengaku sedih disaat para orang tua justu banyak yang menyembunyikan anak-anaknya yang cacat karena tidak mau menanggung rasa malu. Sementaa seharusnya, mereka semua juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal lainnya.

"Meski orang tua yang melahirkan , tapi tidak selamanya rang tua bisa menentukan masa depan kita. Kitalah yang menentukan masa depan kita sendiri. Makanya, janga minder karena kekuanga fisik. Tetaplah bersemangat, jangan dipendam cita-cita itu. Para orang tua juga jangan justru menyembunyikan anak-anaknya. Bei kesempatan anak-anak cacat mengekspresikan hidupnya. Dibalik kekurangan, Tuhan pasti memberikan kelebihan," kata Fahmi.

Dulu, Fahmi juga mengaku telat masuk sekolah SD, karena sempat disembunyikan oleh orang tuanya karena malu dengan kondisinya yang cacat. Selain untuk mengejar cita-citanya, Fahmi juga ingin sekali membahagiakan orang tuanya. Dia ingin membuktikan bahwa keberadaannya yang cacat tidak hanya menjadi beban keluarga.

Fahmi telah mengajariku bagaimana cara memandang dunia. Dunia tidak hanya dipandang dari satu sisi. Indera manusia tidak hanya mata, tapi ada hidung, telinga, kuit, lidah dan tangan untuk meraba serta ditambah dengan feeling. Hanya kata 'Syukur' yang bisa aku ucapkan setelah itu. ternyata panca indraku masih utuh dan semuanya befungsi dengan normal.***



Thursday 9 October 2008

Demokrasi atau Demo Crazy??

Hampir setiap hari aku nyanggong di depan komputer. Tanganku terus menekan biji-biji keyboard yang huruf-hurufnya mulai tak kelihatan, untuk menterjemahkan apa yang aku pikirkan, aku lihat, aku dengar dan aku rasakan.

Hari ini aku membuat tulisan ringan. Sebuah tulisan yang mudah-mudahan bisa jadi inspirasi bagi semua orang, sebagai pengetahuan sekaligus topik yang apik untuk dibahas.

Pesta Demokrasi pemilihan calon legislatif (caleg) segera dimuali. Begitu banyak wajah-wajah baru yang bermunculan, seperti cendawan dimusim hujan. Karena terlalu banyaknya, sampai-sampai sulit menentukan mana cendawan yang berkualitas dan yang keropos.

Di Provinsi Kepri, tempat aku berdomisili, jumah Daftar Caleg Sementara (DCS) yang diumumkan di media mencapai 3.299 orang. Bayangkan, jika semuanya lulus verifikasi, semua akan rebutan kursi yang jumlahnya hanya 220. Ah gila, pikir aku...!!

Inilah demokrasi itu? Atau ini justu akan berubah menjadi 'demo crazy'? Yang aku lihat ini baru yang terjadi di daerahku (Kepulauan iau). Entah berapa juta orang yang juga berambisi rebutan kursi-kusi yang katanya sangat 'terhormat' itu di Indonesia.

Sudahkan semuanya mempertimbangkan kemampuan pribadi masing-masing. Sudahkan semuanya menginstropeksi diri, layakkah dipilih oleh rakyat. Sudahkan memiliki visi dan misi, apa yang akan dipebuat untuk rakyat jika nanti diamanati menjadi wakil mereka.

Jangan bermimpi akan dipilih jika tak jelas visi serta misi. Janganlah mengedepankan kepentingan pribadi dengan menghalalkan segala cara demi memperebutkan kursi. Jangan nodai kursi yang terhormat hingga menjadi laknat.

Jaman sekarang aku yakin sudah tidak ada lagi rakyat yang bodoh, apalagi yang bisa dibodohi. Kalaupun ada sedikit sekali, karena semuanya sudah sekolah, dan bahkan sekarang sekolah sudah gratis hingga kepelosok-pelosok negri.


Meski semuanya sudah pintar, namun masyarakat masih banyak yang sulit untuk menolak tawaran rupiah. Money politik inilah yang sulit dibendung, karena meskipun pintar, tapi masih banyak masyarakat yang lapar. Dan tak sedikit masyaakat yang menjual kepintarannya demi menutupi rasa laparnya.

Begitu banyak partai politik, banyak pula calegnya. Sementara kusi yang diperebutkan minim sekali. Mari kita sama-sama berdoa untuk pesta demokrasi di Indonesia agar jangan berbalik menjadi pesta 'demo crazy'. Kita harus tetap menegakkan bangsa ini sebagai Negara Republik Indonesia, dan bukan Negara 'Republik Mimpi'.

Pada dasarnya semakin banyak figur yang mencalonkan diri, maka akan semakin banyak pula kesempatan untuk memilih figur yang berkualitas. Demokrasi yes! demo crazy no!!!!


New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...