Tuesday 10 February 2009

Nasib Supir Bus Pemprov Kepri (1)


Bekerja 24 jam, Digaji Rp815 Ribu Sebulan

Paranto (53) perlahan mengisap sebatang rokok yang terselip di tangan kananya kemarin. Pria berusia lebih setengah abad ini kesehariannya bertugas sebagai supir bus very important persons (VIP) dilingkup Pemerintah Provinsi Kepri. Bersamanya ada supir bus Pemprov lainnya, yakni Jamianto (50) dan Abdul Aziz (41).

Ketiga pria berpeampilan necis dengan safari biru dongker itu tampak serius membicarakan kesejahteraan mereka yang harus bekerja selama 24 jam. Ironisnya penghasilan mereka hanya Rp815 ribu per bulan, tanpa ada sampingan lainnya. Pernyataan ini begitu tulus meluncur dari bibir mereka. Apalagi, status mereka sampai sekarang masih Tenaga Harian Lepas (THL), yang sewaktu-waktu bisa saja tidak dibutuhkan lagi.
Paranto atau biasa disapa rekannya Pakde, mengaku sudah mengabdi menjadi sopir bus VIP sejak pertama kantor Pemprov Kepri pindah ke Tanjungpinang. Pertama kali menerima SK, statusnya adalah sebagai THL dengan upah Rp500 ribu per bulan. Begitu juga dengan gaji yang diterima Jamianto dan Abdul Aziz.Mereka baru menerima gaji Rp815 ribu per bulan sejak 2007 dan 2008. Dan meski gaji mereka naik, namun status mereka masih tetap sebagai THL. Dan tidak kunjung diangkatnya mereka, minimal menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT), adalah satu hal yang sangat mereka keluhkan.
"Sebagai pegawai lepas, kita sepertinya memang dilepas begitu saja. Kita kadang iri melihat orang-orang yang baru masuk langsung menjadi PTT dengan menerima gaji Rp1,5 juta. Resiko kita sbagai sopir ini besar. Yang kita bawa adalah orang-orang penting, seperi walikota, anggota DPRD, anggota DPR-RI, KASAD, KASAL,KASAU dan bahkan wakil Presiden Yusuf Kalla pernah kita bawa saat berkunjung kesini," Ujar Pakde diiyakan Jamianto dan Abdul Aziz.
Sejauh ini, mereka tidak pernah mengeluhkan kesejahteraan yag mereka terima setiap bulannya. Dengan memperlihatkan kinerja yang baik, Pakde dan kawan-kawan berharap akan mendapatkan penilaian yang objektif dan segera mendapatkan perhatian yang proporsional dari pimpinan. Sayangnya harapan mereka itu tak kunjung mendapat respon. Sehingga jalan terbaik, menurut mereka harus mengadu kepada Gubernur.
"Yang kita mau sebenarnya tidak terlalu muluk-muluk. Kita hanya berharap status THL kita diangkat menjadi PTT, itu aja. Dengan demikian gaji yang kita terima tidak Rp815 ribu lagi, melainkan sama dengan yang diterima PTT lainnya. Kita ini ibaratnya bekerja 24 jam mas. Tidak ada waktu libur. Hari Raya sekalipun, kita jarang merayakannya dengan keluarga. Bagi kita, ini adalah tugas penting yang harus diselesaikan. Jadi, kita tidak perhitungan soal kerja," keluh Jamianto.
Suatu hari, cerita Jamianto, dia perah terpaksa menahan lapar hingga dua hari dua malam. Kejadian tersebut dialaminya tatkala Pemprov sedang menjamu kedatangan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono di Lagoi, kabupaten Bintan. Dari semenjak persiapan hingga hari H, Jamianto dan Pakde harus pulang-pergi Tanjungpinang-Lagoi sebanyak 4 kali setiap harinya, mengantar jemput panitia dan rombongan pejabat negara. Karena terlalu sibuk, mereka tidak sempat sarapan.
"Kita megang setir bus sampai gemeteran mas karena nahan lapar waktu itu. Cuman, kita tidak boleh memperlihatkan itu kepada tamu. Apalagi mereka orang-orang penting semua. Kita berfikir, ketika itu kita sedang membawa citra dan nama baik Pemprov Kepri, itu aja yang kita ingat, dan kita menahan lapar. Yang saya alami ini sama juga yang dialami Pak Paranto. Belum lagi ada tamu yag memaki-maki kita karena pekerjaan kita yang dinilai tidak becus, bahkan hingga mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak wajar diucapkan juga pernah kita terima. Yang jelas, tidak cuma sekali saat kita merasa lapar hari ini, besok baru bertemu nasi," cerita Jamianto.
Menurut Pakde, Jamianto dan Abdul Aziz. Ada sebanyak 9 orang sopir bus yang statusya masih THL di Pemprov Kepri. Semetara porsi kerja mereka lebih banyak dibanding PTT atau bahkan PNS sekalipun.

"Kita ini semua punya keluarga, punya kebutuhan yang tidak sedikit. Perhatian kami lebih terfokus untuk tamu yag kita bawa,ketimbang kepada keluarga sendiri. Hal ini sebenarya tidak perlu kami utarakan, karena bagian dari tugas kita. Tapi apa boleh buat, tujuan kita kan tidak untuk menyudutkan siapa-siapa, melainkan hanya mencurahkan keluh kesah kita aja. Cerita ini tidak kita buat-buat, semuanya kita alami sendiri" tutup Pakde.

Pakde yakin apa yang dia alami dan rekan-rekannya, juga dialami oleh para supir yang bekerja diinstansi pemerintah lainnya. Meski kemungkinan gaji supir di instansi pemerintah lain tidak sekecil yang mereka terima, ujar pakde, tetapi para supir tersebut masih dianggap sebagai pelengkap sehingga tidak perlu disamakan dengan pegawai lainya. Padahal tugas seorang supir tidak kalah penting, bahkan lebih berat ketimbang sejumlah pegawai lai.

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...