Tuesday 7 November 2017

Sebuah Pagi di Teras Rumah


Aku duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahku. Sarung dan baju koko belum kulepas usai solat subuh tadi. Kupandangi langit. Pagi ini cerah karena terlihat ada matahari yang mengintip di ufuk Timur. Arlojiku yang kacanya retak menunjukkan jam 06.30 WIB. Langit disebelah Timur berwarna jingga pertanda Matahari segera menyundul keluar. Dan benar, tidak lama berselang, pelan namun pasti warna orange itu semakin nyata, memudar dan menjadi terang dengan kemunculan Sang Surya disana.

Cahaya Matahari cepat sekali membias dan hangatnya nikmat terasa saat pertama menyapu wajah, membelai pepohonan yang rimbun berembun, menyemangati burung-burung pagi yang terbang kian-kemari. Kupu-kupu mulai mencumbui bunga-bunga yang masih segar. 
Bismillahirohmanirrohim. Kumulai aktivitas hari ini dengan kalimat terbaik yang diajarkan dalam agamaku, Islam. Dengan Nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, itu artinya. Ada beberapa rencana yang akan aku lakukan.  Dengan izin-Nya semoga semua rencanaku berjalan lancar. Manusia hanya bisa berusaha untuk yang terbaik dalam kehidupannya, namun Allah jualah yang menentukan. Maka setiap usaha haruslah selalu diiringi dengan doa dan diawali dengan Bismillahirrohmanirrohim. Itulah Islam, Indah bukan? 

Dari teras rumah aku juga melihat gerombolan burung gereja yang beterbangan kian-kemari, turut  menyambut cerahnya pagi. Berpindah dari atap rumah yang satu ke atap rumah lainnya, terkadang hinggap di kabel-kabl lstrik yang malang-melintang di atas perumahan.  Cuitan burung-burung itu menambah pagi ini menjadi lebih sempurna. Kepakan sayapnya menebarkan semangat baru serta menyiratkan pesan untuk terus berusaha dan berdoa, tetap optimis,  dinamis dan jangan menjadi psimis. Burung-burung itu terus bercicit-cuit, mendendangkan lagu kehidupan yang terkadang sumbang. Pada hakekatnya, kehidupan ini tidak pernah sumbang. Hanya saja suasana rasa yang menjadikan semuanya dalam posisi tidak selalu normal, apa adanya.

Lalu tampak seekor kucing melitas di depan rumahku. Kucing itu seketika berhenti saat melihat dua ekor tikus got berlari saling berkejaran melintasi jalan, pindah dari got yang satu ke got yang lainnya. Si kucing tampak ketakutan. Hmm, jaman sekarang, kucing saja takut dengan tikus. Bagaimana tidak, tikus-tikus itu memang besar dan terlihat lebih bebringas dibandingkan si kucing yang kurus tak terurus.

Lalu kupandangi tembok teras di rumahku, ternyata sangat banyak coretan disana-sini. Aku tersenyum, ini pasti ulah anak lelakiku, Cato yang baru berusia 2 tahun. Anak keduaku ini memang sedikit aktif. Lebaran yang lalu istriku bertanya kepadaku, “Tahun ini kita ganti warna cat rumah nggak ya yah?,”. Aku bilang “Enggak,”. Alasannya karena aku masih ingin menikmati semua coret-moret yang dilakukan Cato. Selama 12 tahun aku menunggu moment ini. Bagaimana tidak, jarak anak pertamaku hingga mendapatkan anak kedua harus menunggu 12 tahun. Tentu saja moment-mimen seperti ini tidak akan aku sia-siakan  “Biarkan saja nda, tahun ini biar Cato yang mewarnai rumah kita,” kataku.

Cato tidak hanya mencoreti tembok di teras, tapi juga di ruang tamu, di kamar tidur, ruang TV hingga dapur dan kamar mandi. Kian hari coretan itu bertambah banyak, dan Cato masih belum bosan dengan hobi mencoreti tembok. Aku biarkan saja, sampai nanti dia faham jika coretannya sangat bagus dan akan lebih bagus jika diabadikan dalam sebuah buku. 

Coretan anak kecil pada tembok rumah adalah tanda jika ada anak kecil dirumahku. Aku  sarankan agar para orang tua tidak perlu marah dan memarahi anak-anaknya ketika mendapati tembok rumah penuh dengan coretan akibat ulah anak-anaknya. Yang perlu diingat bahwa tidak semua rumah tangga dikarunia kehadiran sosok anak kecil oleh Allah S.W.T.

Bersyukurlah bagi keluarga yang dipercaya Allah untuk menjaga amanah berupa anak dari-Nya. Jangan disia-siaka. Didiklah dngan pendidikan terbaik, karena sebaik-baik rezeki adalah anak atau ketrunan yang bias meneruskan cita-cita orang tua. Aapun bagi kerabat, sahabat, dan handai taulan, melalui tulisan ini aku berdoa, semoga saudaraku, temanku, sahabatku, tetanggaku dan semuanya yang sudah berkeluarga senantiasa diberi kelimpahan rezeki, serta dimudahkan untuk mendapatkan keturunan dari Allah. Amin, amin ya robbal alamain.

Puas memandangi tembok rumah yang penuh dengan coretan. Mataku tertuju ke rerimbunan bunga yang berada di pojok teras, percis disamping sumur. Bunga-bunga itu dulu kudapat dari rumah mamakku di Tanjung Kapur, Kawal, Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Mamakku seorang pecinta bunga, dan banyak sekali farietas bunga di halaman rumahnya. Lalu dengan izinnya, aku bawa beberapa jenis bunga yang aku suka untuk menghiasi teras rumah agar tampak lebih berwarna dan menyejukkan mata. 

Pagi ini aku melhat bunga-bunga itu agak layu. Itu karena memang aku kurang rutin menyiraminya. Hari ini aku harus menyiramnya, karena bunga-bunga itu juga makhluk hidup yang butuh mengkonsumsi makanan.(***)

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...