Tuesday 7 November 2017

Jakarta Arena Fighting

 
Diantara pongahnya gedung-gedung yang berdiri tegak, lagak di Jakarta, aku mulai menekan tombol android untuk memesan jasa transportasi di aplikasi online. Tak menunggu waktu terlalu lama langsung keluar di layar aplikasiku, sebut saja seorang driver bernama  Aam lengkap dengan foto dan dijelaskan dengan mobil apa dia akan datang dan plat nomornya. Tak lama kemudian sebuah mobil sedan datang menghampiriku. Untuk meyakinkan jika aku memang orang yang memesan jasanya, pak Aam menghubungi nomorku. 


Mobil Sedan sedikit mengkilat berwarna gelap berhenti didepanku. Tak lama aku sudah berada didalamnya, duduk di depan, disebelah driver. Pak Aam mengawali kerja dengan basa-basi, mengucapkan selamat pagi, memastikan tujuanku untuk mencocokkan dengan yang aku order di aplikasi, lalu menawarkan jalur terbaik dan terdekat yang harus di tempuh. Kondisi Jakarta yang macet, seorang driver harus kreatif untuk mendapatkan jalur alternative. Biar sedikit memutar arah, namun sampainya bisa lebih cepat.

Aku tidak hafal jalanan di Jakarta, aku serahkan sepenuhnya kepada pak Aam. Biar dia yang menentukan jalan yang mana yang terbaik. Toh jalur manapun yang dilalui, sejauh apapun memutarnya, tarif transportasi online yang aku pesan tidak akan berubah. “Baik pak, kalau begitu Ciledug ya.  Soalnya jika kita lewat Kebayoran Lama, kita akan terjebak macet di Pasar Cipulir, dan lama macetnya,” kata Pak Aam. “Iya pak. Atur aja,” kataku.

Mobil mulai jalan. Untuk menghilangkan kesunyian dalam perjalanan Pak Aam memutar radio dengan volume sanga pas di telinga. Kebetulan sekali  music yang diputar berjudul turnin’ me on nya Blake Shelton, aku menyukainya. 

Sambil mendengarkan music, pak Aam mulai membuka obrolan dengan menanyaiku beberapa pertamyaan. Dari mana, mau kemana, ada keperluan apa di Jakarta dan sebagainya. Akhirnya aku mengenal pak Aam adalah sosok pria berasal  dari Blora, sebuah daerah yang letaknya di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pak Aam sedang sangat bahagia hari itu, karena belum lama mendapatkan anggota baru dalam keluarganya. Seorang anak laki-laki mungil telah menghiasi   keluarganya selama 10 bulan terakhir ini. Anak pertama, laki-laki pula.

Saking bahagianya, ketika aku bertanya kepadanya  “Pak Aam sudah keluarga?,” Pak Aam cepat-cepat menjawab “Sudah Pak” katanya. Dan tanpa aku minta dia langsung menunjukkan foto istri yang sedang menggendong anak pertamanya. “Ini istri saya pak dan yang ini anak saya, umurnya 10 bulan,” katanya tersenyum menyiratkan bahagia di wajahnya. 

Aku bisa merasakan betapa bahagianya Pak Aam saat menceritakan anaknya itu, karena aku juga seorang Ayah. Aku senyum-senyum aja. “Wah umur 10 bulan masih lucu-lucunya itu ya pak. Itulah yang bikin pak Aam tambah semangat kerja tentunya ya,” tanyaku lagi.

“Bukan nambah semangat kerja pak. Tapi nambah semangat pengen cepat pulang,” kata Aam. Kami tertawa. Pak Aam tertawa hingga memperlihatkan giginya yang ompong disebelah kiri atas.

Informasi lain yang aku tahu tentang Pak Aam, dia baru sekitar 1 tahun menjadi driver transportasi online, sebelumnya dia ikut taxi konvensional. Dengan pengalamannya di konvensional, Pak Aam sangat cekatan dan menguasai jalanan di ibu kota Jakarta. Tidak salah jika aku menyerahkan sepenuhnya ketika dia menawarkan rute mana yang akan dilewati. Ketika aku mencoba sedikit memuji tentang kepiawaiannya menguasai jalan-jalan di Jakarta, Pak Aam hanya mengatakan jika hal tersebut bagian dari tuntutan profesinya.

“Waktu baru-baru jadi driver, saya nol besar juga pak. Tidak tau jalan sama sekali. Karena saya kan pendatang. Untung ada  aplikasi googlemap. Darisana saya mulai belajar, apalagi fitur di googlemap sangat lengkap. Lambat laun saya faham jalan-jalan utama. Kemudian saya mulai mempelajari jalan-jalan alternative yang ada. Termasuk bagaimana mengidentifiksi jalanan yang macet dan sebagainya melalui aplikasi,” jelas Pak Aam. 

Pak Aam yang seorang pendatang mengakui jika kehidupan di Jakarta cukup keras. Setiap individu hidup dalam lingkaran yang serba individualis. Loe ya loe, gue ya gue. Sehingga tak jarang jika masyarakat di Jakarta saling tidak mengenali tetangganya sendiri. Jiwa sosial di Jakarta sangat kurang. Sehinga mustahil untuk  mengharap kasihan dari orang lain jika menghadapi kesulitan di sana. Menurut pak Aam Jakarta adalah arena  fighting. Yang lemah akan tertindas, tergilas lalu tereliminasi. Yang sanggup, dia akan tetap bertahan dan bahkan akan bisa berkembang.

Mataku lalu tajam mengamati gedung-gedung tinggi yang bercokolan disepanjang jalan yang kami lalui.  Gedung-gedung berdiri perkasa seolah-olah paling berkuasa. Menunjuk-nunjuk langut, tegak dan lagak. Seakan lupa jika cengkeraman pondasinya tetap berada di bumi.  “Benar mas, di Jakarta memang harus begitu, disini semua orang pengen hidup. Dan untuk bertahan di Jakarta memang harus fight!,” kataku.

Tak terasa aku sampai di tujuan. Bualan barusan menghipnotisku dari kebosanan sepanjang perjalanan. Kami saling berterimakasih. Sebagai pengguna jasa transportasi online, bagi saya ini adalah inovasi transportasi yang sangup menawarkan rasa aman, nyaman dan efisien bagi para penumpang. Karena semua transaski dilakukan secara transparan dan terpantau langsung di aplikasi hinga penumpang sampai di tujuan. 

Pak Aam dan mobilnya pergi meninggalkan aku. Tak lama kemudian muncul di aplikasi transportasi onlineku sebuah permintaan agar aku memberikan penilaian atas pelayanan driver yang barusan aku sewa. Sedikitpun tidak keberatan aku memberikan penilaian untuk pak Aam. Kuberi bintang penuh, lalu kutulis catatatn tambahan “Bahagia selalu dengan putra pertamanya ya pak ,”. (***)

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...