Thursday 16 November 2017

AK 47 Kalashnikova


Natuna sebuah negeri di ujung Utara Indonesia. Laut, pantai, bebatuan, pohon kelapa, ombak adalah panorama utama yang akan ditangkap mata ketika menginjakkan kaki disana. Jika Indonesia kaya, maka Natuna adalah salah satu penyumbang kekayaan yang dimiliki Indonesia.
Saya bersama tiga teman sekantor, sebut saja Ade, Andre dan Iwan, di Natuna  berkenalan dengan Bintang. Seorang polisi berpangkat Aiptu asal Bangkinang, Riau yang sedang ditugaskan disana. Bintang adalah salah satu anggota Korp Kepolisian yang memiliki jiwa wirausaha. Jiwa enterpreneurnya mendorong ia membangun sebuah cafe yang terletak di pinggir pantai di Desa Limau Manis. Lokasi café milik Bintang nyaman, aman dan menentramkan. Posisinya juga strategis, karena berada dipinggir jalan besar.

Yang membuat sedikit unik, cafe itu diberi nama AK 47. Ak 47 sendiri merupakan nama  anak pertamanya, lengkapnya Ak Empat Tujuh Kalashnikova. Untuk nama seorang anak, Ak Empat Tujuh jelas sebuah nama yang nyentrik, unik dan menggelitik. Bahkan kini dijadikan ikon cafe yang mulai dia rintis itu.

Sejatinya AK 47 Kaleshnikova merupakan  senja serbu buatan Rusia yang yang  dirancang oleh pria bernama Mikhail Kalashnikova. Senjata ini banyak digunakan oleh Negara-negara yang berada di Blok Timut, termasuk Indonesia.  

Bintang punya alasan memilih nama AK Empat Tujuh Kalasnikova untuk anak pertamanya. Pertama, Natuna kini telah menjadi pangkalan TNI untuk wilayah Utara. Kira-kira dengan nama itu, menandakan jika anaknya akan dikenal sebagai anak dari anggota militer, walau nyatanya anak dari seorang anggota polisi. Kedua, di sekolah biasanya anak-anak dikenal karena kepintarannya, kebodohannya, kenakalannya dan kadang karena namanya. Nah, Dengan nama yang nyentrik AK Empat Tujuh Collesnicov, setidaknya anak Pak Bintang sudah menang satu langkah untuk menjadi terkenal di sekolahnya kelak. Hehe. Bisa aja ente bro !?.

Siang itu, setelah shalat Jumat, saya dan teman-teman sudah janji makan siang di cafe AK 47. Bintang dan istrinya akan menyediakan menu special untuk kami. Makanan special yang dimaksud adalah asam pedas ikan kakap merah. Baru saja dia sebut asam pedas, langsung terbayang nikmatnya masakan dengan kuah berwarna kemerah-merahan dengan ikan yang segar itu. Namanya juga asam pedas, tentu rasanya perpaduan antara asam dan pedas. Beuuh, kebayang nikmatnya kan?.

Kami memilih shalat Jumat di masjid Agung Natuna. Masjid yang besar, megah dan tampak mewah dan telah menjadi salah satu ikon Kabupaten Natuna. Masjid ini dibangun pada masa dipimpin oleh Bupati Daeng Rusnadi. Disebut juga sebagai Masjid Gerbang Utaraku.  Berada  dibawah kaki gunung Ranai yang gagah seolah sedang menaungi Natuna. Jalan masuk menuju Masjid dibikin dua arah, Jarak dari masjid ke jalan utama sekitar 500 meter. Ada kolam yang memisahkan jalan keluar dan masuk. Hampir mirip dengan masjid Tajmahal di India. Meskipun aku belum pernah ke Tajmahal, namun dari gambar dan berita, seperti itulah kira-kira hihi.

Sayangnya Masjid Agung Natuna cenderung kurang terawat. Kebesaran dan kemegahannya terasa hampa, karena kurang termanfaatkan dengan maksimal oleh masyarakat setempat. Kolam yang memisahkan jalan keluar dan masuk ke  masjid sudah ditumbuhi rerumputan dan airnya yang menggenanginya pun kotor dan nyaris kering. Ironisnya, saat malam tiba, kawasan ini beralih fungsi, sering menjadi tempat nongkrong anak-anak muda. Dan tak jarang dari mereka menggunakannnya untuk tempat bermadu kasih. Lampu jalan banyak yang tak berfungsi, hal itu membuat suasana jalan keluar-masuk masjid menjadi remang-remang dan nyaman untuk muda-mudi berpacaran.

Selesai shalat Jumat, kami merampungkan niat, menyelesaikan hajat. Menyantap asap pedas yang nikmat, masakan yang diracik dengan bumbu-bumbu pilihan khas Natuna. Tentu saja dimasak oleh Bintang dan istrinya di café AK 47.

Cafe AK 47 diteduhi rerimbunan pepohonan kelapa. Waktu menunjukkan jam 14.00 WIB. Sinar Matahari menusuk-nusuk dari sela- rerimbunan dedaunan, ikut menjilati hidangan yang sangat menggoda selera. Kami makan, bercerita dan tertawa. Kami lupa jika keberadaan kami di Natuna sebenarnya karena sedang terdampar, karena tidak ada transportasi yang bisa mengantarkan kami pulang ke Tanjungpinang. Kami ingat itu, dan kami tertawa lagi. Apapun yang terjadi, kami sangat menikmati suasana Natuna. Pantai, pohon kelapa, batu besar, laut, masjid Agung, kerupuk atom, tongkol asap dan apa saja yang kami temui di Nauna menjadi sebuah cerita. Cerita yang langka. Cerita yang sekaligus bahan informasi baru untuk saudara, teman dan orang-orang yang membaca ini. Bahwa Natuna yang berada di ujung Utara Indonesia menyimpan banyak cerita.

Kalian harus kesana, menikmati semua yang kami nikmati. Dan untuk para pecinta mancing, Natuna juga menjadi destinasi yang luar biasa untuk para pemancing loh. Begitu banyak farietas ikan di sana, seperti ikan merah, ikan kaci, ikan putih, bulat, kerapu dan sebagainya masih banyak di Natuna. Saking banyaknya, hingga memancing para nelayan Negara asing untuk mengais rezeki di laut Natuna secara illegal. Namun kini para nelayan Asing itu sudah dilarang masuk karena meresahkan nelayan local yang ketakutan karena kalah dengan kondisi perlengkapan melautnya.

Sebagai garda terdepan Indonesia, kini Natuna jadi Basis Militer. Disini akan dibangun markas TNI, puluhan ribu prajurit TNI akan di markaskan di Natuna, guna menjaga kawasan laut Natuna. Apalagi saat ini sedang hangat-hangatnya jika Laut Natuna, yang dulunya bernama Laut China Selasan, kini mulai diklaim oleh Pemerintah China, bahwa laut China Selatan adalah bagian dari wilayahnya. Maka dari itu, mari kita semua, para penulis dan pembawa berita, dimanapun anda berada. Selalulah menyebut laut di Natuna sebagai LAUT NATUNA dan jangan pernah lagi menyebut Laut China Selatan. Karena, kenyataannya kawasan laut itu memang bagian dari NKRI. Hidup NKRI!. NKRI harga Mati!!. (***)

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...