Kubuka tirai jendela Kamar hotel nomor 9004 yang tidak
terlalu mewah di lantai lima itu pelan-pelan. Aku melihat gedung-gedung sombong
tegak lagak menantang para pendatang yang baru coba-coba untuk mengadu nasib di
Ibukota Jakata. Di sudut lainnya banyak sekali kendaraan berlalu lalang disana.
Suara klakson bersahut-sahutan, semrawut, semua ingin jalan duluan dan
cenderung banyak yang mengindahkan peraturan lalu lintas.
Dipinggir jalan yang padat terhampar sungai dengan air
berwarna coklat. Beberapa jenis sampah mengalir mengikuti arus. Tidak terlalu banyak
memang, namun sampah-samah itu jelas menggangu pandangan mata, karena Jakarta
adalah Ibukotanya seluruh Indonesia. Ibukota merupakan ruang tamu, dan
eksistensi ruang tamu adalah sebagai lambang kewibawaan sebuah bangsa. Jika
ruang tamunya kotor, selalu ribut dan semrawut, maka Dunia akan memandang
Indonesia seluruhnya sama. Sebagai anak bangsa tentu tidak terima jika Negara
kita dipandang sebagai negara yang semrawut, kotor dan sering ribut. Apalagi
sampai di cap sebagai sarangnya para teroris. Jelas itu sebuah tuduhan ngawur
yang tak mendasar.
Dari ketinggian jendela kamar 9004 aku melihat lagi gedung-gedung
tinggi yang berlomba menggapai-gapai langit, bersaing untuk menjadi yang
terkuat dan terhebat di Jakarta. Aku
merasa sangat kecil diantara himpitan gedung-gedung itu serta gegap gempitanya
Kota Jakarta. Namun aku juga melihat orang-orang dibawah sana sangat kecil
dimataku. Ah, lebih baik aku merasa sangat kecil diketinggian ini, daripada aku
memandang orang-orang dibawah sana yang kecil. Sikap itu hanya akan menjadikan
aku makhluk sombong seperti gedung-gedung sok agung itu.
Kututup tirai kamr. Kunyalakan TV yang menjadi salah
satu fasilitas di kamar hotel. Berita, ya berita yang aku cari. Beberapa TV
menayangkan berita tentang kejahatan social. Tentang orang-orang lapar yang
kemudian mengambil jalan singkat mendapatkan uang dengan mencuri helm disebuah
kampus. Lalu si pencuri helm tertangkap dan digebukin massa, lalu diamankan
oleh polisi.
Berita lainnya, disebuah perkampungan kumuh, seorang remaja
tega membunuh pamannya sendiri karena dituduh mencuri HP milik pamannya. Pemuda
itu kemudian ditangkap polisi.
Bosan dengan berita-berita
kejahatan sosial yang hanya disebabkan oleh perut yang lapar, akhirnya ku ganti
saluran TV. Kali ini aku saksikan kasus korupsi e-KTP yang mengakibatkan
kerugian Negara triliunan rupiah. Kasus ini melibatkan ketua DPR RI Setya
Novanto sebagai tersangkanya. KPK sangat yakin dengan berbagai macam bukti jika
ketua DPR RI itu terlibat dan bahkan menjadi dalang utama di kasus ini.
Namun berita hari itu
memberitahukan jika tuduhan KPK terhadap ketua DPR RI dimentahkan oleh hakim
yang memimpin sidang Praperadilan kasus tersebut. Ketua DPR RI itu bebas dan
tampak gambarnya sedang tersenyum sambil melambaikan tangan ke kamera.
Beberapa hari seblum
diputuskan bebas dari tudukhan KPK, ketua DPR RI tampak diberitakan sedang
dirawat di rumah sakit. Lengkap dengan berbagai jenis selang yang menghiasi
tubuhnya.
Entahlah. Apakah ketua DPR
RI benar-benar tidak bersalah. Atau betul seperti yang disebutkan di berita
lainnya, jika sebenarnya ketua DPR RI memang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP
ini. Hanya saja dengan kemampuan finansialnya, lalu dia mampu membeli hukum di
negeri ini.
No comment!. Cukup nonton saja. Tiak perlu ikut terprovokasi
dengan pemberitaan. Berita-brita yang ada cenderung sudah ternodai dengan banyak
kepentingan. Dan kepentingan yang terekspose terkadang cenderung untuk golongan
atau kelompok tertentu. Pengamat berita harus cerdas, harus bisa mengulas dan
tidak boleh malas mengupas secara menyeluruh dari segala sisi.
Akhirnya mataku terasa sangat
berat. Ngantuk tak tertahankan. Kubenamkan mukakuu kedalam bantal putih.
Kuhapus pengaruh berita-berita itu. Tidak kapasitasku menghakimi berita, apalagi
menghakimi salah dan benar atas orang yang dianggap salah di berita itu. Untuk
mengiringi tidurku, kuubah saluran TV, hingga kutemukan tayangan full music. Aku pulas diiringi lagu-lagu
ceria dan cinta dan bermimpi indah.(***)
No comments:
Post a Comment