Tuesday 18 November 2008

Idealisme yang Tergadai

Sebut saja namanya Aksala. Dia adalah mantan aktifis mahasiswa. Bahkan dia ikut langsung dalam aksi unjuk rasa di istana negara untuk menggulingkan rezim Orde Baru dibawah kekuasaan Muhammad Soeharto.

Pemuda ini cukup idealis, vokal dan pantang menerima iming-iming apapun dari siapapun demi satu tekadnya bersama rekan-rekan kala itu. Tujuannya hanya satu, kekuasaan Soeharto harus dilengeserkan dengan cara apapun juga. Karena, selama presiden ke-2 RI itu masih berkuasa, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) terus merajalela dibumi pertiwi ini. Yang kaya semakin kaya dan yang susah bertambah sengsara.

Dengan semangat yang pantang menyerah, serta kekuatan penuh seluruh unsur mahasiswa dari berbagai universitas diseluruh Indonesia, cita-cita menggulingkan Soeharto pun tercapai.

Dan waktupun terus bergulir. Dengan sistem pemerintahan yang baru, berangsur-angsur rezim Orde Baru tersingkirkan. Dan nama Soeharto terus digembar-gemborkan sebagai pemimpin negara Indonesia terkorup dalam sejarah Indonesia. Tindakan KKN terus diselidiki, agar jangan sampai terjadi lagi.

Sudah lebih 10 tahun peringatan lengesernya Soeharto. Bahkan, pria yang penah berkuasa selama sekitar 32 tahun itu kini telah pergi untuk selamanya. Dan prestasinya yang kurang baik terus diingat-ingat oleh rakyat Indonesia.

Suatu pagi, Aksala menghadap kepada seorang pejabat pemerintah. Sebut saja namanya pak Pangke. Dia adalah penanggung jawab kegiatan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di salah satu Pemda di Negeri ini.

"Selamat pagi pak," sapa Aksala saat pertama menghadap.
"Pagi. Silakan masuk," kata pak Pangke.
"Nama saya Aksala pak. Bapak, pak Pangke kan?,"
"Iya. Betul. Ada yang bisa saya bantu?,"

Perkenalan singkat keduanya bejalan lancar. Sifat Aksala yang senang bercerita itu membuat obrolan keduanya mudah akrab. Aksala menceritakan semua masa lalunya, teutama ketika ia masih menjadi mahasiswa. Bagaimana pemuda itu dengan gigihnya besama-sama rekannya telah memberantas KKN yang merajalela dimasa Orde Baru.

Seteah sepuluh tahun, Aksala tidak lagi mahasiswa. Statusnya berubah menjadi sarjana penganguran. Sementara dia sudah beristri serta memiliki dua anak yang masih kecil yang harus dia tanggung.

"Luar biasa masa lalu anda anak muda. Saya pribadi sangat tidak setuju dengan KKN. Toh memang ilarang oleh negara," kata pak Pangke usai mendengar cerita Aksala. Aksala hanya terdiam, sambil mengangguk-angukkan kepala.

"Ngomong-ngomong ada keperluan apa hari ini kok anda berminat menemui saya," kata pak Pangke sambil menepuk pundak Aksala.
Aksala masih terdiam sambil cengar-cengir. Sepertinya dia ingin mengucapkan sebuah perkataan, namun selalu tertahan.

"Ayo. Katakan saja. Jangan sungkan-sungkan. Dari cerita anda tadi, anda adalah tipe oang yang berani. Kenapa hari ini harus takut?" kata pak Pangke lagi.

"Begini pak. Saya ini seoang sarjana ekonomi yang masih nganggur. Sementara saya memiliki istri dan dua anak yang harus saya tanggung kehidupannya. Bisa tidak pak saya dibantu untuk diluluskan di penerimaan CPNS tahun ini?," kata Aksala sambil cengar-cengir.

Giliran pak Pangke yang terdiam kali ini. Terang saja, karena pria yang berada didepannya, baru saja dengan bangganya berceita panjang lebar betapa bencinya dia terhadap tindakan KKN. Dan tiba-tiba pula dia justru memohon agar diluluskan menjadi CPNS tahun ini.

"Apa saya tidak salah dengar?," kata pak Pangke.
"Kenapa pak?,"
"Bukankan anda sangat membenci KKN?,"
"Memang apa hubungannya KKN dengan permintaan tolong saya ini pak?,"
"Ya jelas berhubungan sekali. Secara tidak langsung anda telah menyuruh saya untuk KKN," kata pak Pangke dengan nada meninggi.
"Saya kan hanya minta tolong pak. Ada anak dan isti saya yang harus saya tanggung kehidupannya," kata Aksala.
"Sudah!. Lebih baik anda keluar dari ruangan saya sekarang. Anda telah menghina saya kalau begitu. Dengan saya meluluskan anda, berati saya telah mengurangi satu jatah pelamar lainnya. Saya tidak berani menanggung resiko di akhirat nanti," ucap pak Pangke sambil menunjuk kearah pintu meminta Aksala segera keluar ruangan.

Aksala tidak meneruskan ucapannya. Dia hanya terdiam mendengar nada bicara pak Pangke yang berubah rastis. Pribadinya yang dikenal vokal, idealis dan pantang menerima iming-iming disaat kuliah dulu, seketika itu tenggelam di palung 'rasa malu' yang sangat dalam. Baru saja Aksala beniat menggadikan sifat idealismenya yang selama ini diagung-agungkannya dan menjadikan dia dihormati, disegani dan disanjung dikalangan rekan-rekannya dan aktivis seangkatannya****

No comments:

New Entri

Lai Ba Ju

Jam 06.45 WIB, bel sekolah SD Impian baru saja dibunyikan. Para siswa dan siswi dari kelas 1 hingga kelas 6 segera berbaris didepan kelas m...